PKS Sesalkan Proses 'Kejar Tayang' Omnibus Law

Laporan: Tisa
Senin, 05 Oktober 2020 | 20:51 WIB
Suasana Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlmen Senayan, Jakarta (Foto: Agam/sinpo.id)
Suasana Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlmen Senayan, Jakarta (Foto: Agam/sinpo.id)

sinpo, JAKARTA - Anggota Baleg Fraksi PKS Bukhori Yusuf menyesalkan proses pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja di DPR, Senin (5/10/2020). 

Ia menilai hal tersebut yang seolah terburu-buru. Pasalnya, waktu pembahasan yang sangat singkat.

Menurutnya, hal ini berpotensi menimbulkan kecatatan di kemudian hari, ketika Undang-Undang tersebut diimplimentasikan.  

“RUU dengan tebal sebanyak 1028 halaman, berisi 174 pasal berikut turunannya, berdampak pada sekitar 74 Undang-Undang exsisting," kata Bukhori di Jakarta, Senin (5/10/2020).

Penyelesaian pembahasannya dalam waktu kurang dari setahun, menurunya menunjukan bahwa pembahasan RUU ini seolah dipaksakan. 

"Tuntutan waktu yang sangat singkat ini jelas tidak memberikan ruang memadai bagi fraksi-fraksi lain untuk mengkaji secara cermat, terhadap setiap detil pasal yang ada dalam RUU ini," jelasnya.

Padahal, kata dia, RUU ini akan memberikan dampak yang signifikan di setiap lini kehidupan masyarakat.

Politikus PKS ini menambahkan, proses pembahasan yang berlangsung secara maraton dalam beberapa minggu terakhir, membuat beberapa agenda rapat tim perumus dan tim sinkronisasi tertunda.

Hal ini disebabkan para tenaga ahli Baleg DPR yang kewalahan menanganinya.

Kemampuan mereka, lanjutnya, tak bisa dipaksakan untuk merampungkan kompilasi rumusan pasal yang mencakup hampir 80 Undang-undang. 

Menurutnya, tenaga ahli Baleg DPR pun bekerja tanpa jeda. Pembahasannya bahkan berlangsung hampir seharian penuh. 

"Bahkan di hari Jumat sampai Minggu mereka tetap bekerja untuk segera merampungkan RUU tersebut,”ungkapnya.

Lebih lanjut, Anggota Komisi VIII ini menyatakan kekhawatirannya dengan berkaca pada ritme “kejar tayang” tersebut. 

Ia menilai, sangat mungkin para TA ini tidak memiliki waktu memadai untuk mengkompilasikannya secara baik dan optimal.

"Sehingga, membuka ruang bagi potensi terjadinya 'misleading' dan 'dismiss' dari sejumlah kesepakatan formulasi pasal per pasal yang diperoleh dari kesepakatan panja," jelasnya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI