Jumhur Hidayat: Aturan TKA Makin Longgar Sejak 2016, Pekerja Lokal Terpinggirkan
SinPo.id - Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jumhur Hidayat menilai, sejak 2016 syarat untuk tenaga kerja asing lebih longgar dengan diubahnya aturan, seperti TKA harus bisa bahasa Indonesia, sekarang sudah tidak mutlak lagi. Kemudian 1 banding 10 sudah tidak berlaku lagi.
"Hal ini harusnya menjadi perhatian semua pihak agar proses penempatan tenaga kerja asing bisa ditinjau ulang. Tujuannya agar warga negara Indonesia mendapat prioritas dalam hal pekerjaan," kata Jumhur dalam diskusi bertajuk "Penegakan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Asing (TKA) Profesional Ilegal di Indonesia" di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin, 26 Mei 2025
Menurut Jumhur, di masa Presiden Joko Widodo juga proses izin tenaga kerja asing dipermudah. Sebelumnya Rencana Penempatan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) merupakan syarat awal ketika seorang investor ingin mempekerjakan tenaga asing. Selanjutnya harus ada izin penempatan tenaga kerja asing.
"Saat ini jika RPTKA sudah didapat, otomatis pekerja asing sudah bisa masuk, tanpa diketahui kemampuannya dan keahliannya. Hal ini harus bisa dirubah," tuturnya.
Sementara itu, Direktur Masyarakat Hukum Indonesia (MHI) Wakil Kamal menilai, pengusutan kasus suap TKA ditangani KPK menunjukkan aparat ketenagakerjaan yang seharusnya menegakkan aturan terhadap TKA untuk kepentingan negara. Namun, disalahgunakan untuk memperkaya pribadi.
"Nah, ini yang sering saya sampaikan, kalau terjadi kongkalikong dan suap, maka penegakan hukum terhadap para TKA tidak akan maksimal. Mereka suap para aparat, dan bekerja dengan bebas tanpa setor pajak," kata Wakil Kamal.
Wakil Kamal mengingatkan, jika pengawasan dan penegakan hukum terhadap para TKA semakin lemah, akhirnya akan merugikan keuangan negara. Hal ini juga menyebabkan pajak dan insentif bagi negara tidak bisa ditarik secara maksimal.
"Kalau pun TKA yang melanggar itu diberikan sanksi, paling Sanski paling ringan, bersifat administrasi. Padahal seharusnya bisa diberikan tuntutan pidana maksimal yang bisa membuat efek jera," ujarnya.
Sedangkan Anggota Komisi IX DPR RI, Zainul Munasichin meminta agar pemerintah tegas terhadap Tenaga kerja asing ilegal. Salah satunya pada kasus TCL, tenaga kerja asing yang bekerja di dua perusahaan tapi hanya melaporkan satu perusahaan.
Sebelumnya, Warga Negara Singapura berinisial TCL dilaporkan oleh masyarakat ke Dirjen Binapenta, Kemnaker, karena diduga tidak mengantongi izin ketenagakerjaan di Indonesia sejak 2018. Dalam laporan masyarakat itu, TCL bekerja di tiga perusahaan besar dan salah satunya perusahaan berstatus PMA. Di salah satu perusahaan ini, TCL menjabat sebagai salah satu direksi.
Meskipun sudah mendapat sanksi administratif dari Kemenaker berupa denda, harusnya ada sanksi pidana yang dikenakan. Pasalnya, yang bersangkutan sudah melakukan pelanggaran pidana.
"Pemerintah harus lebih tegas dalam memberikan sanksi terhadap tenaga kerja asing yang berupaya mengelabui peraturan yang ada. Ini bertujuan agar negara kita disegani oleh warga negara asing," kata Zainul.
