Kejari Jakpus Geledah Beberapa Lokasi, Sita Uang, Mobil, dan Emas dalam Kasus Korupsi Proyek PDNS

Laporan: Tim Redaksi
Jumat, 23 Mei 2025 | 05:13 WIB
Kejaksaan
Kejaksaan

SinPo.id -  Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat melakukan penggeledahan di beberapa lokasi terkait kasus dugaan korupsi proyek Pusat Data Nasional Sementara (PDNS). Dalam penggeledahan tersebut, jaksa menyita uang tunai miliaran rupiah, mobil mewah, hingga logam mulia emas.

Kepala Kejari Jakarta Pusat, Safrianto Zuriat Putra, mengungkapkan bahwa penggeledahan berlangsung di kantor Kementerian Komunikasi dan Digital, PT Pinang Alif Teknologi, apartemen di Jakarta Pusat, serta kantor PT Docotel di Jakarta Selatan. Selain itu, penggeledahan juga dilakukan di rumah di kawasan Cilandak, perumahan di Tanah Sareal Bogor, serta rumah di Tangerang Selatan, Banten.

"Penggeledahan juga dilakukan di BDx Data Center Kota Tangerang Selatan, Kantor Pusat PT Aplikanusa Lintasarta di Menara Thamrin Jakarta Pusat, dan Gedung Lintasarta di Cilandak, Jakarta Selatan," kata Safrianto dalam konferensi pers di Kejari Jakarta Pusat, Kamis 22 Mei 2025.

Dari penggeledahan tersebut, jaksa menyita uang tunai sebesar Rp 1,78 miliar dari para tersangka, tiga unit mobil, serta 176 gram logam mulia emas. Selain itu, turut disita tujuh sertifikat hak milik atas tanah, 55 barang bukti elektronik, dan 346 dokumen terkait kasus.

Kasus ini menjerat lima tersangka, termasuk mantan pejabat tinggi di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), yaitu:

Semuel Abrizani Pangerapan (SAP), mantan Dirjen Aplikasi Informatika Pemerintahan Kominfo (2016-2024)

Bambang Dwi Anggono (BDA), mantan Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintah Kominfo (2019-2023)

Nova Zanda (NZ), pejabat pembuat komitmen pengadaan PDNS Kominfo (2020-2024)

Ifi Asman (AA), mantan Direktur Bisnis PT Aplikanusa Lintasarta (2014-2023)

Pini Panggar Agusti (PPA), mantan Account Manager PT Docotel Teknologi (2017-2021)

Safrianto menjelaskan kasus bermula dari Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), yang mengamanatkan pembentukan Pusat Data Nasional (PDN) untuk pengelolaan data terintegrasi.

Namun, Kominfo justru membentuk Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) pada 2019, yang bertentangan dengan Perpres tersebut. Para tersangka diduga melakukan manipulasi dalam proyek PDNS agar memperoleh keuntungan pribadi melalui kongkalikong dengan pihak swasta.

"Dalam pelaksanaannya, perusahaan pelaksana mensubkontrakkan pekerjaan ke perusahaan lain dan menggunakan barang yang tidak sesuai spesifikasi teknis," ujar Safrianto. "Hal ini dilakukan untuk memperoleh keuntungan dan suap kepada pejabat Kominfo," tambahnya.

Proyek PDNS ini menghabiskan biaya sekitar Rp 959,5 miliar selama lima tahun, dengan rincian:

2020: Rp 60,38 miliar

2021: Rp 102,67 miliar

2022: Rp 188,9 miliar

2023: Rp 350,96 miliar

2024: Rp 256,58 miliar

Saat ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika telah berganti nama menjadi Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).

BERITALAINNYA
BERITATERKINI