BPOM Tegaskan Perizinan Obat Tak Lama Asal Dokumen Lengkap

Laporan: Tio Pirnando
Senin, 19 Mei 2025 | 19:57 WIB
Kepala BPOM Taruna Ikrar. (SinPo.id/dok. Bpom)
Kepala BPOM Taruna Ikrar. (SinPo.id/dok. Bpom)

SinPo.id - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar  menyoroti berbagai persepsi yang berkembang di tengah pelaku usaha, termasuk anggapan bahwa proses perizinan edar obat kerap kali memakan waktu lama. 

Menurut Taruna, penyebab utama keterlambatan tersebut bukan berasal dari BPOM, melainkan belum lengkapnya dokumen atau persyaratan registrasi yang diajukan pelaku usaha.

"Kalau tidak memenuhi standar, BPOM pasti tolak. Tapi kalau sudah memenuhi semua persyaratan, BPOM pasti keluarkan izinnya," kata Taruna dalam kegiatan Intensifikasi Asistensi Regulatori Obat Terpadu, Senin, 19 Mei 2025. 

Taruna menekankan bahwa BPOM tidak hanya duduk di belakang meja, tapi turun ke lapangan untuk berkomunikasi dan berkoordinasi dengan pelaku usaha untuk mengurai benang kusut registrasi dan sertifikasi 

Langkah ini merupakan bentuk nyata pelayanan BPOM dalam mendukung kemudahan berusaha sekaligus memastikan standar mutu di bidang produksi dan distribusi obat benar-benar terpenuhi.

Lebih lanjut, Taruna menerangkan, tantangan besar seperti perubahan iklim, ketergantungan impor bahan baku, dan perkembangan teknologi hanya bisa diatasi, jika semua pihak bergerak bersama. 

"Dengan bekerja sama, kita dapat menghasilkan hal yang bermanfaat bagi orang banyak," kata Taruna.

Sementara itu, Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif BPOM Rita Mahyona menyampaikan, tujuan kegiatan ini untuk membangun komunikasi 2 arah yang konstruktif. 

Melalui asistensi yang berlangsung selama 5 hari, BPOM menyediakan berbagai desk konsultasi yang mencakup registrasi obat, Sistem Informasi Standar Obat (Sisobat), mutu, keamanan, iklan, penandaan, farmakovigilans, ekspor-impor, serta aspek Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB) dan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). 

Desk asistensi ini ditujukan untuk membantu pelaku usaha meminimalkan temuan, khususnya terkait corrective action and preventive action (CAPA).

Selain itu, kegiatan ini juga menjadi wadah peluncuran tiga program inovasi BPOM yang dirancang untuk menjawab tantangan strategis di sektor farmasi. Pertama adalah Joint Audit Pemasok, hasil kolaborasi BPOM dan GPFI untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses audit pemasok bahan baku obat. 

Program kedua, BPOM meluncurkan SIGAP KLINIK sebagai upaya percepatan perizinan uji klinik yang lebih responsif terhadap kebutuhan riset di tanah air. Dan program ketiga, BPOM bersama Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) mengembangkan program penguatan kompetensi apoteker secara terstruktur dan berkelanjutan, sejalan dengan kebutuhan peningkatan mutu layanan kefarmasian.

Lebih dari itu, kerja sama antara BPOM dan IAI diperkuat melalui penandatanganan perpanjangan memorandum of understanding (MoU) terkait penguatan pengawasan obat dan makanan melalui dukungan profesi apoteker. 

Kegiatan ini juga disertai penandatanganan Komitmen Pelaku Usaha untuk Mendukung Kemandirian Obat oleh perwakilan GPFI dari wilayah DKI Jakarta, Banten, Sumatra Selatan, dan Sumatra Utara, serta perwakilan dari International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG), Indonesian Association for the Study of Medicinals (IASMED), dan IAI.

Sementara, Board Member IPMG Manish K. Munot, menyatakan komitmennya untuk terus berkolaborasi dalam melindungi dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. 

"Mari kita saling memahami kebutuhan masing-masing pihak dan bekerja bersama untuk mewujudkan perbaikan serta pertumbuhan sektor farmasi di Indonesia," ungkapnya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI