Setop Impor BBM dari Singapura, MITI: Ini Konsekusi Negosiasi dengan AS
SinPo.id - Pembina Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) Mulyanto menilai, rencana Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, menghentikan impor bahan bakar minyak (BBM) dari Singapura dalam enam bulan ke depan, merupakan dampak dari negosiasi tarif dagang Amerika Serikat (AS) terhadap Indonesia.
"Rencana itu merupakan konsekuensi logis dari proposal Indonesia yang bermaksud meningkatkan impor migas dari AS, sebagai imbas atas pengenaan tarif timbal-balik kepada Indonesia yang sebesar 32 persen," kata Mulyanto di Jakarta, Rabu, 14 Mei 2025.
Mantan Anggota Komisi Energi DPR RI itu memperkirakan, impor yang akan disetop dari Singapura, kemungkinan bukan komoditas BBM, tetapi komoditas lain, seperti minyak mentah atau LPG. Karena selama ini komoditas BBM tidak diimpor dari AS.
"Dugaan saya negara importirnya juga bukan dialihkan ke Timur-tengah tetapi ke AS, sesuai dengan logika tarif timbal-balik. Skenario Ini yang harus dihitung Pemerintah secara cermat dari sisi teknis maupun ekonomis," kata Mulyanto.
Mulyanto menilai, logika sederhananya untuk meningkatkan importasi migas dari AS adalah dengan mengurangi impor migas dari negara importir eksisting yang ada sekarang.
Mantan Sekjen Kemenristek ini menyebutkan bahwa impor minyak mentah Indonesia sekarang utamanya datang dari Nigeria sebesar US$ 3,32 miliar dan Arab Saudi sebesar US$2,32 miliar. Sementara dari Amerika Serikat hanya sebesar USD489 juta.
"Angka impor ini yang akan ditingkatkan," tegasnya.
Sedangkan impor LPG terutama dari AS, yakni sebesar 54 persen. Sisanya diimpor dari Qatar, UEA, dan Arab Saudi. Angka impor dari AS ini rencananya akan ditingkatkan menjadi 80–85 persen dari total impor LPG nasional.
"Di sisi lain, Impor BBM kita sekarang ini terutama dari Singapura sebesar USD9,27 miliar dan dari Malaysia sehesar USD4,56 miliar. Kita tidak mengimpor BBM dari AS," imbuh Mulyanto.
Ke depan, lanjut ilmuwan nuklir ini, sisi teknis-ekonomis ini perlu didalami Pemerintah. Karena, jangan juga peningkatan importasi migas dari AS ini menyebabkan ketergantungan pada Paman Sam, khususnya untuk komoditas LPG, yang menjadi bahan baku gas melon 3 kilogram bersubsidi, yang digunakan rakyat banyak.
Selain itu, sebenarnya persoalan strategis migas nasional adalah bagaimana meningkatkan lifting minyak, yang terus melorot, membangun baru serta memperbaiki kilang-kilang minyak nasional yang sudah menua. slsehingga dapat mengurangi ketergantungan impor BBM dari luar negeri, yang mencapai hampir 60 persen kebutuhan nasional.
Sebagai informasi, Pemerintah Indonesia mengajukan proposal untuk meningkatkan impor minyak mentah dan LPG dari AS hingga sepuluh kali lipat dari volume saat ini, sebagai bagian dari upaya menyeimbangkan neraca perdagangan dan merespons pengenaan tarif timbal-balik impor AS kepada Indonesia yang sebesar 32 persen.

