Panasonic Holdings Mau PHK 10 Ribu Karyawan, KSPI: Buruh di Indonesia Khawatir

Laporan: Tio Pirnando
Senin, 12 Mei 2025 | 12:42 WIB
Ilustrasi Kantor Panasonic Holdings (SinPo.id/Getty Images)
Ilustrasi Kantor Panasonic Holdings (SinPo.id/Getty Images)

SinPo.id - Panasonic Holdings mengumumkan rencana pemutusan hubungan kerja (PHK) tahun ini, terhadap 10 ribu karyawan dari 228 ribu buruhnya secara global. Separuh PHK tersebut akan dilakukan di Jepang, sisanya menyasar tenaga kerja Panasonic di luar negeri.

Terkait hal itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mengaku khawatir atas potensi dampak kebijakan global ini terhadap pekerja Panasonic di Indonesia. 

"Sampai saat ini memang belum ada pengumuman resmi mengenai PHK di Indonesia. Namun, kita tidak bisa menutup kemungkinan akan adanya PHK, terutama bagi pekerja kontrak dan sebagian kecil pekerja tetap," kata dia dalam keterangannya, Senin, 12 Mei 2025.

Presiden Partai Buruh ini menjelaskan, sekarang setidaknya sekitar 7.000 hingga 8.000 pekerja Panasonic di Indonesia yang tersebar di tujuh pabrik, yaitu dua di DKI Jakarta, dua di Bekasi, satu di Bogor, satu di Pasuruan, dan satu di Batam.

Adapun jenis industri yang dijalankan yaitu pabrik baterai, alat kesehatan, peralatan rumah tangga, hingga distribusi elektronik bermerek Panasonic.

"Buruh Panasonic di Indonesia saat ini diliputi kekhawatiran. Jangan sampai kebijakan PHK global dijadikan alasan untuk melakukan PHK massal di Indonesia, apalagi terhadap pekerja yang statusnya kontrak atau outsourcing. Pemerintah harus segera bertindak, jangan menunggu gejolak," tegasnya.

Oleh karenanya, KSPI meminta Kementerian Ketenagakerjaan dan pemerintah daerah di lokasi pabrik, untuk segera melakukan langkah antisipasi. Termasuk membuka dialog dengan manajemen Panasonic dan serikat pekerja untuk memastikan perlindungan terhadap hak-hak buruh.

KSPI juga menekankan pentingnya transparansi dan pelibatan serikat pekerja dalam setiap proses restrukturisasi atau efisiensi, guna mencegah PHK sepihak yang merugikan buruh. 

"Kita minta ada audit dan pengawasan ketat, serta jaminan bahwa buruh tidak menjadi korban dari keputusan bisnis global," tandasnya. 

BERITALAINNYA
BERITATERKINI