Cegah Kasus OCI Terulang Kembali, DPR Dorong Audit Regulasi Secara Menyeluruh
SinPo.id - Anggota Komisi III DPR RI Gilang Dhielafararez, mendorong dilakukannya audit regulasi secara menyeluruh, terutama dalam hal perlindungan anak. Hal ini diperlukan untuk mencegah terulangnya kasus kekerasan yang menimpa para mantan pemain Oriental Circus Indonesia (OCI).
“Karena banyak aturan yang tumpang tindih, lemah dalam pengawasan, dan tidak cukup melindungi anak-anak yang terlibat dalam industri hiburan,” kata Gilang, dalam keterangan persnya, Minggu, 11 Mei 2025.
“Kami akan dorong pembentukan regulasi baru yang lebih tegas, termasuk mengatur praktik pelatihan dan pengasuhan anak oleh entitas non-keluarga. Negara harus hadir di ruang-ruang yang selama ini luput dari pengawasan,” imbuhnya.
Menurutnya, harus ada keberanian untuk menindak dan menegakkan keadilan secara nyata. Karena evaluasi hukum saja tidak cukup untuk membenahi kasus tersebut. Apalagi jika hanya diselesaikan secara kekeluargaan seperti yang diajukan oleh pihak manajemen OCI.
“Dugaan eksploitasi dan penganiayaan bukan hal kecil yang bisa diselesaikan dengan cara kekeluargaan. Apalagi kasus ini sudah tertimbun lama di mana banyak orang yang menyatakan dirugikan hingga terluka baik fisik maupun mental,” ungkapnya.
“Di mana bentuk keadilan negara kalau kasus kekerasan hanya diselesaikan secara kekeluargaan. Jadi ini bukan soal mengejar pelaku saja, tapi memastikan sistem hukum kita tidak lagi membiarkan kekerasan terjadi tanpa konsekuensi,” kata Gilang menambahkan.
Ia pun menyoroti soal klaim kompensasi yang diberikan manajemen OCI kepada 4 orang mantan pemain sirkus masing-masing sebesar Rp 150 juta. Karena saat mediasi, tawaran kompensasi tersebut ditolak lantaran jumlahnya tak sebanding dengan kekerasan yang diterim korban.
Kemudian para mantan pemain sirkus menuntut kompensasi masing-masing senilai Rp 700 juta di mana jumlah ini merupakan hasil perhitungan Disnaker Jawa Barat berdasarkan masa para eks pemain bekerja di OCI, yaitu 15 tahun.
“Saya sepakat kerugian yang dialami oleh para pemain sirkus tak sepadan dengan kompensasi Rp 150 juta. Jumlahnya terlalu kecil untuk ‘membayar’ luka selama para pemain sirkus ini bekerja di tengah kekerasan dan eksploitasi,” tuturnya.
Meski demikian, kata Gilang, pemberian kompensasi seharusnya hanya untuk membayar kerugian immateriil para korban. Sementara untuk pidananya, kasusnya harus tetap berjalan demi mengungkap kebenaran dari dugaan kekerasan yang selama ini dialami korban.

