Berdampak ke Pendapatan Negara, Permintaan Pembatalan Pasal Tembakau Mencuat

Laporan: Tri Setyo Nugroho
Sabtu, 10 Mei 2025 | 18:12 WIB
Ilustrasi tembakau (SinPo.id/ Pixabay)
Ilustrasi tembakau (SinPo.id/ Pixabay)

SinPo.id - Permintaan pembatalan pasal-pasal tembakau dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, aturan turunan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, semakin banyak digaungkan. Salah satu suara kuat datang dari Jawa Timur, provinsi dengan kontribusi terbesar terhadap penerimaan negara dari sektor cukai hasil tembakau (CHT).

Kepala Kantor Bea dan Cukai Wilayah Jatim I, Untung Basuki menekankan industri hasil tembakau (IHT) di wilayahnya bukan hanya strategis dari sisi ekonomi, tetapi juga menjadi denyut nadi bagi penyerapan tenaga kerja dan stabilitas sosial masyarakat. 

Oleh karena itu, pembatalan pasal tembakau dalam PP 28/2024 dinilai perlu menjadi perhatian khusus.

“Industri hasil tembakau memiliki porsi yang sangat besar bagi Jawa Timur,” kata Untung beberapa hari lalu.

Data menunjukkan target penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun 2025 mencapai Rp230,09 triliun, dari total target penerimaan kepabeanan dan cukai sebesar Rp301,6 triliun. 

Dari jumlah tersebut, Jawa Timur ditargetkan menyumbang 60,18 persen, menjadikannya sebagai wilayah dengan kontribusi terbesar secara nasional. Selain itu, Jawa Timur juga memiliki 977 perusahaan tembakau yang tersebar di hampir seluruh kabupaten dan kota, mencerminkan tingginya tingkat keterlibatan ekonomi daerah terhadap sektor pertembakauan nasional.

“Kalau bapak-Ibu lihat itu di pabrik-pabrik yang SKT begitu keluar kalau sore, itu sebagian besar pekerjanya adalah ibu-ibu semua. Jumlahnya tidak lagi ratusan, tapi sudah ribuan,” jelasnya.

Lebih jauh Untung juga menyoroti pentingnya pendekatan terintegrasi dalam menyusun peta jalan (roadmap) industri hasil tembakau, yang mencakup aspek kesehatan, ekonomi, hingga penegakan hukum. Menurutnya, kebijakan yang terlalu menitikberatkan pada sisi kesehatan tanpa memperhatikan dampak ekonomi dan sosial akan menimbulkan ketimpangan.

“Kita bicara mengenai roadmap industri hasil tembakau, yang harus terintegrasi,” kata dia.

Di sisi lain, Untung mendukung pengendalian konsumsi rokok ilegal yang merusak ekosistem usaha legal dan berimbas langsung pada penerimaan negara. Pemberantasan rokok ilegal dilakukan lewat patroli darat dan cyber crawling di platform daring. “Rokok ilegal merusak fair competition dalam penjualan pasar,” tegasnya.

Dengan kontribusi besar dari Jawa Timur terhadap keberlangsungan fiskal nasional, tuntutan pembatalan pasal-pasal terkait tembakau dalam PP 28/2024 bukan tanpa alasan. Pemerintah pusat diminta untuk mengkaji kembali regulasi tersebut secara komprehensif agar tidak menimbulkan disrupsi besar terhadap ekosistem industri tembakau nasional.

“Pengendalian hasil tembakau harus tetap berjalan sesuai harapan,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua Gabungan Pengusaha Rokok (GAPERO) Surabaya, Sulami Bahar menyoroti isi pasal tembakau dalam PP 28/2024 yang restriktif. Dia menilai PP tersebut berpotensi menghantam industri tembakau nasional dari berbagai sisi, mulai dari produksi hingga pemasaran.

Menurut Sulami, kebijakan ini dapat memperparah maraknya peredaran rokok ilegal yang hingga saat ini masih belum bisa ditangani dengan tuntas oleh pemerintah. Ia juga menilai regulasi ini menciptakan ketimpangan antara industri legal dan ilegal.

"Kami akan berjuang supaya regulasi ini tidak diterapkan,” ujar Sulami.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI