BKSAP DPR Gelar Rapat Tindak Lanjut Pananganan Pengungsi Rohingya

Laporan: Galuh Ratnatika
Selasa, 06 Mei 2025 | 11:38 WIB
BKSAP DPR RI. (SinPo.id/Tim Media)
BKSAP DPR RI. (SinPo.id/Tim Media)

SinPo.id - Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI menyelenggarakan Rapat Tindak Lanjut Forum Group Discussion (FGD) untuk membahas penanganan pengungsi Rohingya yang semakin mendesak dan membutuhkan penanganan bersama komunitas internasional. 

Rapat tersebut dipimpin oleh Ketua BKSAP DPR Mardani Ali Sera, serta dihadiri oleh perwakilan dari Amnesty International Indonesia, SUAKA, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan United Nations High Commissionerfor Refugees (UNHCR).

Adapun rapat tersebut membahas tantangan besar yang dihadapi kawasan Asia Tenggara dalam merespons krisis kemanusiaan Rohingya, mulai dari keterbatasan kerangka kerja ASEAN, hingga kebutuhan akan perlindungan menyeluruh terhadap pengungsi di darat maupun yang masih terlantar di laut.

Dalam rapat tersebut, Mardani menekankan pentingnya mendorong diplomasi aktif melalui forum internasional dan kawasan, termasuk ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) untuk penyelesaian krisis Myanmar yang menjadi akar permasalahan masuknya pengungsi Rohingya.

“Sekecil apapun langkahnya, kita harus mulai,” kata Mardani, dalam keterangan persnya, Selasa, 6 Mei 2025.

Kemudian, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Wirya Adiwena, menekankan pentingnya ASEAN memiliki mekanisme perlindungan pengungsi yang terkoordinasi dan memanfaatkan instrumen internasional seperti UNCLOS untuk meningkatkan upaya search and rescue. 

"ASEAN memang damai, tapi ketika krisis kemanusiaan muncul, kita tidak punya instrumen yang siap," kata Wirya.

Perwakilan BRIN, Faudzan Farhana, juga menyoroti pentingnya pendekatan kemanusiaan dalam menangani perpindahan paksa, serta mendorong pembentukan forum khusus di ASEAN melalui AIPA untuk membahas isu Rohingya secara lebih konkret.

Sementara itu, Senior Protection Officer UNHCR, Emily Bojovic menggarisbawahi pentingnya kejelasan prosedur tetap (SOP) bagi pemerintah daerah dalam menangani pengungsi, terutama di Aceh yang menjadi pintu masuk utama. 

Meski demikian ia juga mengapresiasi langkah-langkah pemerintah daerah seperti Kota Langsa dalam menangani pengungsi sejak 2015.

Terakhir, Angga Reynaldi mewakili Organisasi Masyarakat Sipil, SUAKA menambahkan urgensi pembentukan kerangka hukum nasional yang lebih komprehensif dalam bentuk Undang-Undang tentang Penanganan Pengungsi sebagai sebuah solusi jangka panjang. 

“Kebijakan di tingkat daerah penting, tapi kita butuh kerangka hukum nasional agar penanganan tidak terfragmentasi,” ujarnya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI