MAKI Desak KPK Tindak Dugaan Korupsi Kredit BPD Kaltim-Kaltara: Kerugian Capai Rp400 Miliar

Laporan: Tim Redaksi
Senin, 05 Mei 2025 | 13:52 WIB
Ilustrasi KPK (SinPo.id/Anam)
Ilustrasi KPK (SinPo.id/Anam)

SinPo.id - Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan kredit macet sekitar Rp1 triliun yang melilit PT BPD Kaltim-Kaltara. Hal ini merujuk pada indikasi temuan Kedeputian Pencegahan dan Monitoring KPK pada 10 Juni 2024, bahwa ternyata sekitar Rp400 miliar kini diduga berstatus macet kolektibilitas 5. Kredit macet ini dapat dikualifikasikan sebagai dugaan tindak pidana korupsi, yang diduga melibatkan tokoh politik Kalimantan Timur berinisial H.HM, pendiri PT HB, bersama-sama dengan F.

“Diduga ada penyimpangan dalam persetujuan pemberian fasilitas kredit kepada PT HB sebesar Rp235,8 miliar. KPK harus bergerak cepat mengusut kasus ini antara lain mempertimbangkan family H.HM kini terpilih menjadi kepala daerah di wilayah Kaltim yang berkedudukan sebagai wakil pemegang saham PT BPD Kaltim-Kaltara," ujar Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, kepada wartawan di Jakarta, Senin, 5 Mei 2025.

Sementara itu, Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur, menyatakan dugaan korupsi yang dilaporkan MAKI belum masuk ke tahap penyidikan. Apabila setelah ditelaah memiliki minimal dua alat bukti, dipastikan akan dilanjutkan ke tahap penyidikan.
"Kami akan lakukan pendalaman sejak awal diberikannya persetujuan atas kredit yang diberikan kepada PT Hasamin Bahar Lines untuk mengonfirmasi apakah benar ada perbuatan melawan hukum, hingga berstatus macet kolektibilitas 5," ujarnya dikonfirmasi wartawan.

Menurut MAKI, berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2018 ditemukan dugaan serangkaian perbuatan melawan hukum dalam pemberian persetujuan kredit kepada PT HB senilai Rp235,8 miliar oleh PT BPD Kaltim-Kaltara.

Selain bertentangan dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Peraturan BI No. 14/15/PBI/2021 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank, juga melanggar SK Direksi BPD Kaltim No. 051/SK/SDM/BPD-PST/VII/2002 tentang Penyempurnaan Sistem dan Prosedur Manajemen Perkreditan di Lingkungan BPD Kaltim, SK Direksi No. 256/SK/BPD-PST/XII/2012 tentang SOP Bidang Perkreditan, serta SK Direksi BPD Kaltim No. 175/SK-BPD-PST/XIII/2012 tentang BPP Perkreditan Kredit Sub Bab 9 Penanganan Kredit Bermasalah.

Laporan keuangan yang diserahkan PT HB kepada PT BPD Kaltim-Kaltara saat mengajukan kredit diduga palsu, sehingga tidak dapat dijadikan bahan analisis pemberian kredit. PT HB menyampaikan laporan keuangan tersebut diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP). Namun demikian, laporan yang disajikan diduga menunjukkan hal yang tidak wajar.
Di antaranya diduga tidak didasarkan pada periode operasional maupun akuntansi, dan tidak bersifat komparatif dengan periode sebelumnya karena hanya menyajikan saldo per April 2011.

"Tatkala auditor BPK melakukan konfirmasi kepada KAP Drs. NS, Ak., melalui surat tim BPK tertanggal 14 November 2018 diketahui tidak pernah diterbitkan opini atas laporan keuangan PT HB. Dan tidak memenuhi persyaratan collateral coverage and quality surveyor, berdasarkan Akta No. 46, yang diterbitkan Notaris Her, S.H. di Kota Samarinda tanggal 17 Januari 2011," paparnya.

Kendati baru berusia 5 bulan, PT HB yang bergerak di bidang transportasi itu diduga mendapat guyuran fasilitas kredit investasi dari BPD Kaltim-Kaltara sekitar Rp235,8 miliar, bersifat non-revolving (dicairkan sekaligus), dengan bunga 11,5 persen, secara periodik per bulan sampai jatuh tempo 84 bulan tertanggal 3 Mei 2018. Termasuk masa tenggang (grace period) 12 bulan.

Kredit diajukan diduga untuk pembiayaan pengadaan kapal baru berupa 10 unit tugboat dan 10 unit kapal tongkang berukuran 300 feet. Namun saat mengajukan kredit terdapat dugaan tidak diketemukan adanya perjanjian PT HB dengan pembuat kapal, hanya mendasari pada rencana anggaran biaya yang diperoleh dari PT MR selaku pembuat kapal. Diduga tidak didukung pula adanya feasibility study (FS) yang memadai, masih dalam tahap penyusunan dan analisis kelayakan proyek oleh konsultan PT BC. Dan tidak memenuhi persyaratan collateral coverage and quality surveyor.

Adanya indikasi dugaan penggunaan dana daerah/negara yang disalahgunakan, tidak sesuai dengan tujuan peruntukan kredit, agunan tak cukup, dan kini PT BPD Kaltim-Kaltara terancam mengalami kerugian sedikitnya Rp400 miliar, yang harus dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum.

Sejak Awal Kredit Sudah Bermasalah

Sejak tahun 2011 hingga tahun 2012, berdasarkan data pembayaran kredit PT HB yang diperiksa auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada tahun 2018, H.HM diduga melakukan pembayaran terakhir pada September 2014. Terdapat tunggakan pokok sebesar Rp7,3 miliar, terdiri dari tunggakan Januari, Februari, Maret, April, dan September 2014, dengan bunga sebesar Rp23,9 miliar. Merupakan tunggakan bunga sebelum restrukturisasi. Ditambah tunggakan bunga bulan Februari sampai dengan September 2014.

Sebelum tahun 2024, H.HM tercatat terakhir membayar cicilan bunga pinjaman sebesar Rp500 juta, dalam posisi kredit sudah berstatus macet kolektibilitas 5, dan membengkak menjadi Rp400 miliar. BPD Kaltim-Kaltara diduga pernah melego sebagian agunan kredit PT HB berupa tugboat kepada PT DSRL hanya laku sebesar Rp32,6 miliar.

Sisa agunan dioperasionalkan PT HB dengan membuat pernyataan kesanggupan membayar kredit sebesar Rp500 juta per bulan. Namun hasil pemeriksaan terakhir BPK, total pembayaran PT HB hanya sebesar Rp43,8 miliar, yang terdiri dari hasil penjualan agunan Rp32,6 miliar, dan pembayaran secara bulanan Rp11,199 miliar.
Sehingga saldo tunggakan pokok kredit sebesar Rp196,3 miliar, tunggakan bunga tetap Rp44,1 miliar, dan denda tetap Rp2,6 miliar.

Kredit Berstatus Macet, Agunan Malah Dikembalikan

Boyamin menjelaskan, berdasarkan temuan MAKI, berdiri belum genap setahun — pada tahun 2012, PT HB diduga mendapatkan penambahan plafon kredit sebesar Rp25 miliar. Rupanya, diam-diam H.HM menggandeng seorang tokoh pemuda Kalimantan Timur. Hal itu terbukti dengan sejumlah aset atas namanya yang dijadikan agunan.

Antara lain, tanah 229 m2 dan bangunan ruko 3 unit di Jl. Cipto Mangunkusumo, Samarinda Seberang SHM 2396, 2397, 2398 atas nama MSA dengan taksasi senilai Rp3,422 miliar, tanah 144 m2 dan bangunan ruko 2 unit di Jl. Cipto Mangunkusumo, SHM 2401, 2402 atas nama MSA dengan taksasi senilai Rp2,145 miliar, tanah 75 m2 dan bangunan ruko 1 unit di SHM 2393 atas nama MSA dengan taksasi senilai Rp1,053 miliar, tanah 638 m2 dan bangunan 204 m2 di Jl. MT Haryono – Ring Road Komplek Balikpapan Baru Blok BC No. 26, Balikpapan Selatan, SHM 5316 atas nama MSA dengan taksasi senilai Rp3,583 miliar, kemudian tanah 480 m2 di Jl. Bukit Telaga Golf TA-4/11 Kel. Kebun Jeruk, Kec. Lakarsantri, Surabaya, Jawa Timur, SHGB 690, 670 atas nama MSA dengan taksasi senilai Rp4,347 miliar.

Diduga dengan beralibi terjadi perubahan kepemilikan dan kepengurusan atas PT HB, pada September 2014 dilakukan adendum dan restrukturisasi terhadap kredit. Padahal berdasarkan Akta No. 05 yang diterbitkan Notaris Has, S.H., M.Hum., M.Kn. di Kota Samarinda tanggal 6 Agustus 2014, saham H.HM tercatat membesar menjadi pemegang 495 lembar saham atau menguasai 99 persen di PT HB.

Dengan dalih yang dibuat-buat, terdapat dugaan melalui surat 023/PK-024/KI.59/2014 tiba-tiba dilakukan penarikan seluruh jaminan atas nama MSA. Hal ini dinilai sebagai akal-akalan semata. Setelah menerima aliran dana kredit dari PT BPD Kaltim-Kaltara sebesar Rp235,8 miliar, pinjaman pokok kredit tidak dibayar, dan macet. Anehnya, pemilik agunan berhasil mengamankan kembali semua asetnya, dengan menarik sebelum disita oleh pihak bank. "Ini adalah bentuk dugaan permufakatan jahat yang merugikan keuangan daerah/negara. Bagaimana mungkin aset yang menjadi agunan bisa dikembalikan, padahal kredit belum lunas?" ujar Boyamin.

Setelah kredit PT HB sekitar Rp235,8 miliar macet, H.HM diduga mendadak “menghilang” dari jajaran direksi dan pemegang saham, sesuai Akta Nomor 03 yang diterbitkan Notaris Mar, S.H., M.Kn., di Kota Samarinda, tanggal 4 November 2019. Posisinya digantikan dan/atau “dititipkan” atas nama ESMM dengan jabatan Direktur dan pemegang 2.970 lembar saham.

“Namun tempus dugaan penyimpangan dalam pemberian fasilitas kredit kepada PT HB sebesar Rp235,8 miliar terjadi ketika pada era H.HM,” tukas Boyamin Saiman.

Dalam kebijakan persetujuan pemberian fasilitas kredit senilai Rp235,8 miliar pada tahun 2011 kepada PT HB pada PT BPD Kaltim-Kaltara, diduga sebagai tindak pidana korupsi dan/atau TPPU, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP junto UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yang dapat dijeratkan kepada terduga oknum Direksi PT Bank BPD Kaltim-Kaltara yang membantu/memberikan persetujuan fasilitas kredit, H.HM, MSA, dan kawan-kawan.

Meskipun Boyamin hanya menyebutkan pihak-pihak yang dilaporkan dengan inisial, akan tetapi berdasarkan jejak digital, diketahui yang dimaksud H.HM adalah H. Hasanuddin Mas’ud, Ketua DPRD Provinsi Kalimantan Timur, kakak kandung Rudy Mas’ud, Gubernur Provinsi Kalimantan Timur yang belakangan ini tengah disorot warga internet usai berseteru dengan Dedi Mulyadi, Gubernur Jawa Barat.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI