Wamenkomdigi: Jurnalisme Harus Beradaptasi di Tengah Dominasi Algoritma dan AI
SinPo.id - Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria menyampaikan, transformasi platform digital saat ini telah mengubah ekologi media dan memaksa jurnalisme untuk beradaptasi. Karena, media kini tak hanya menyangkut isi atau kontennya saja, tetapi juga seberapa besar daya tariknya di mata algoritma.
"Sekarang yang terjadi di era platformisasi ini adalah sosial-medialogik. Sosial-medialogik itu ya bagaimana satu konten itu bisa visibilitasnya menjadi baik, lalu digerakkan oleh algoritma, dan lain-lain," kata Nezar dalam Seminar Hari Kebebasan Pers Sedunia 2025 bertajuk "Media Sustainability: Strengthening Democracy & Public Trust" di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Sabtu, 3 Mei 2025.
Nezar memaparkan, kondisi ini membuat banyak media tradisional kehilangan audiensnya karena publik beralih ke media sosial dan platform digital yang menyajikan informasi secara cepat, singkat, dan personal.
Konsekuensinya, terjadi percampuran antara fakta dan opini, yang membuka celah besar bagi misinformasi, disinformasi, dan hoaks. Platform digital secara tidak langsung membentuk komunitas baru dengan realitas yang dikonstruksi melalui algoritma.
Terlebih, saat ini orang tak lagi membaca berita dari situs resmi, melainkan melalui pesan WhatsApp, Facebook, Instagram, Tiktok, hingga messenger lainnya.
Dia menguraikan data dari Oxford Institute of Journalism yang5mencatat bahwa pada tahun 2025, sebanyak 63 persen masyarakat mengakses berita melalui media sosial, angka ini meningkat 12 persen dari tahun sebelumnya.
Kendati demikian, menurut Nezar, masih ada upaya untuk mempertahankan jurnalisme berkualitas. Salah satu upaya yang dilakukan oleh mereka yang peduli dengan jurnalisme berkualitas yaitu berusaha mencari terobosan-terobosan model bisnis baru supaya media bisa bertahan, seperti mengenalkan konsep slow jurnalisme.
Namun eksperimen slow jurnalisme tersebut tidak mampu bertahan lantaran dihantam oleh pandemi COVID-19. Karena konsep tersebut bergantung pada dukungan pembaca yang pada pandemi COVID-19 lalu, juga terdampak secara ekonomi.
Dalam perkembangan lainnya, lanjut Nezar, teknologi kecerdasan buatan (AI) juga mulai mengubah lanskap media secara radikal. Beberapa platform besar bahkan mengembangkan AI newsroom yang mampu menulis berita dengan gaya berbagai media ternama.
Tantangan ini semakin kompleks, sebab satu orang kini dapat mengoperasikan puluhan kanal berita berbasis AI.
"Tantangan yang lebih besar adalah pada kepercayaan (trust). Apakah kita bisa percaya pada berita yang ditulis oleh AI? Bagaimana memastikan akurasi, integritas, dan kejujuran jurnalistik?" ujarnya.

