Ketua DPR soal Badai PHK: Pemerintah Harus Fasilitasi Lapangan Kerja & Lindungi Hak Pekerja
SinPo.id - Ketua DPR RI Puan Maharani mendorong penguatan peran Pemerintah dalam memfasilitasi lapangan kerja dan melindungi hak-hak pekerja. Menurutnya, setiap pemangku kebijakan harus memastikan buruh atau pekerja di Indonesia memperoleh kesejahteraan.
Mulai dari upah yang berkeadilan, kenyamanan dan keamanan di tempat bekerja, hingga jaminan kesehatan, jaminan di hari tua, dan jaminan bagi buruh bila kehilangan pekerjaan.
“Tentunya ini menjadi pekerjaan rumah (PR) kita bersama, termasuk DPR yang terus memastikan setiap regulasi dan program Pemerintah mendukung pemenuhan kesejahteraan bagi buruh,” kata Puan, dalam keterangan persnya, Jumat 2 Mei 2025.
Pasalnya, banyak tantangan yang dihadapi para buruh, seperti masih tingginya angka pengangguran, kurangnya lapangan kerja, kualitas tenaga kerja yang rendah, ketimpangan upah, sampai badai pemutusan hubungan kerja (PHK) yang belakangan terjadi di Indonesia.
“Kondisi ekonomi global yang tidak stabil menyebabkan banyak pekerja kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Keadaan yang memprihatinkan ini semakin menuntut kehadiran Negara bagi buruh di Tanah Air,” ungkapnya.
Oleh karena itu, kata Puan, DPR akan terus mengawal fenomena badai PHK. Salah satunya, dengan ikut memberi pendampingan bagi buruh yang terkena PHK dan memastikan hak-hak mereka terpenuhi.
“DPR juga selalu memberikan pengawasan terhadap kinerja mitra-mitra kerja di Pemerintahan dan memastikan setiap regulasi yang ada pro terhadap kebutuhan buruh,” katanya menambahkan.
Diketahui, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat jumlah tenaga kerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia telah mencapai lebih dari 18.000 orang hanya dua bulan pertama 2025.
Jumlah tersebut menambah panjang daftar pengangguran di Indonesia, mengingat jumlah pekerja yang mengalami PHK sepanjang Januari -Desember 2024 mencapai lebih kurang 80.000 orang.
Gelombang PHK beberapa tahun terakhir banyak muncul dari sektor manufaktur, salah satunya raksasa tekstil Sritex yang harus merumahkan lebih dari 10 ribu tenaga kerjanya. Sejumlah perusahaan manufaktur lainnya juga berhenti beroperasi pada awal 2025.

