Ekonom Nilai Ojol Masuk Kategori UMKM Jadi Jalan Tengah

Laporan: Tio Pirnando
Kamis, 01 Mei 2025 | 17:27 WIB
Pengemudi ojol sedang istirahat (SinPo.id/Ashar)
Pengemudi ojol sedang istirahat (SinPo.id/Ashar)

SinPo.id - Head of Center Digital Economy and SMEs INDEF Izzudin Al Farras menilai, usulan pemerintah terkait mitra pengemudi ojek online (ojol) dimasukkan ke dalam kategori pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), merupakan jalan tengah antara fleksibilitas dalam bekerja dan meraih manfaat langsung.

"Jika aspek tentang kerangka kebijakan yang memastikan bahwa pengemudi ojol harus terdaftar sebagai UMKM itu ada, maka ini membuka kesempatan bagi pengemudi untuk mendapatkan benefit sebagai pelaku usaha, misalnya terkait pelatihan literasi keuangan dan literasi digital," kata Izzudin dalam keterangannya, Kamis, 1 Mei 2025. 

Izzudin menganggap, gagasan pemerintah tersebut, dapat memberikan keuntungan bagi pengemudi untuk mempertahankan fleksibilitas yang selama ini mereka miliki.

Dengan menjadi bagian dari UMKM, lanjut dia, pengemudi ojol juga bisa memperoleh manfaat dari jaminan sosial yang lebih terjamin.

Senada, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda juga mendukung gagasan ini. Dengan catatan pengaturan yang lebih tepat, berada di bawah Kementerian UMKM.

"Atas dasar itu pula, bentuk kemitraan tidak boleh seperti tenaga kerja yang mengharuskan bekerja sekian jam dan sebagainya. Aturan juga harus dibuat bersama dengan asosiasi driver dengan konsep setara, termasuk tarif," kata dia.

Sedangkan, soal usulan menjadikan para pengemudi ojol sebagai pegawai tetap, Direktur Eksekutif Modantara Agung Yudha menilai, kebijakan itu perlu dilihat dari perspektif keberlanjutan industri serta akses masyarakat terhadap pekerjaan.

"Menjadikan pengemudi ojol sebagai pekerja tetap dapat mengubah keseimbangan yang sudah ada antara fleksibilitas kerja dan akses ekonomi. Jika status mereka berubah, sektor ini akan kehilangan karakter inklusivitas yang membuatnya dapat diakses oleh hampir semua orang," imbuh Agung.

Chief of Public Affairs Grab Indonesia Tirza Munusamy menambahkan, kebijakan untuk menjadikan mitra sebagai pegawai tetap, justru bisa merugikan ekosistem transportasi digital yang telah terbentuk.

"Jika pengemudi menjadi karyawan, maka akan ada seleksi, kuota, dan pembatasan jam kerja. Saat ini, siapa pun bisa mendaftar dan langsung bekerja tanpa batasan waktu," katanya.

Lebih lanjut, Tirza menambahkan jika pengemudi diubah menjadi pekerja tetap, maka perusahaan akan menanggung biaya tetap yang mungkin tidak selalu sebanding dengan tingkat permintaan.

"Biaya operasional bisa melonjak, yang pada akhirnya akan berdampak pada harga layanan yang harus dibayar oleh konsumen," ujarnya. 

BERITALAINNYA
BERITATERKINI