Segera Disidangkan, KPPU Bakal Sanksi 50 Persen Kartel Bunga Pinjol

Laporan: Tio Pirnando
Rabu, 30 April 2025 | 16:04 WIB
Ilustrasi. (SinPo.id/iStock)
Ilustrasi. (SinPo.id/iStock)

SinPo.id - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) segera menyidangkan dugaan pelanggaran kartel suku bunga di industri pinjaman online (pinjol), pada Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat. Karena, berdasarkan penyelidikan KPPU mengungkap adanya dugaan pelanggaran Pasal 5 Undang-Undan Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 

"Sebanyak 97 penyelenggara layanan pinjaman online yang ditetapkan sebagai  Terlapor diduga menetapkan plafon bunga harian yang tinggi secara bersama-sama melalui kesepakatan internal (eksklusif) yang dibuat asosiasi industri, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI)," kata Ketua KPPU M. Fanshurullah Asa dalam keterangannya, Rabu, 30 April 2025. 

Fanshurullah menyampaikan, ditemukan  mereka menetapkan tingkat bunga pinjaman, meliputi biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya) yang tidak boleh melebihi suku bunga flat 0,8 persen per hari,  dihitung dari jumlah aktual pinjaman yang diterima oleh penerima pinjaman. Kemudian besaran tersebut diubah menjadi 0,4 persen per hari pada tahun 2021.

"Kami menemukan adanya pengaturan bersama mengenai tingkat bunga di kalangan pelaku usaha yang tergabung dalam asosiasi selama tahun 2020 hingga 2023. Ini dapat membatasi ruang kompetisi dan merugikan konsumen," kata  Fanshurullah. 

Dalam melakukan penyelidikan, KPPU telah mendalami model bisnis, struktur pasar, hingga pola keterkaitan antar pelaku di industri pinjol. Model bisnis pinjaman online di Indonesia mayoritas menggunakan pola Peer-to-Peer (P2P) Lending, menghubungkan pemberi dan penerima pinjaman melalui platform digital. 

Berdasarkan regulasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), seluruh penyelenggara wajib terdaftar dan menjadi anggota asosiasi yang ditunjuk, yaitu AFPI. Namun, struktur pasar menunjukkan cukup tingkat konsentrasi tinggi. 

Per Juli 2023, terdapat 97 penyelenggara aktif, dengan dominasi pasar terpusat pada beberapa pemain utama, antara lain KreditPintar (13% pangsa pasar), Asetku (11 persen), Modalku (9 persen), KrediFazz (7 persen), EasyCash (6 persen), dan AdaKami (5 persen). Sisanya tersebar pada pemain-pemain dengan pangsa minor. 

Konsentrasi pasar diduga semakin kuat dengan adanya afiliasi kepemilikan atau hubungan mereka dengan platform e-commerce.

Berdasarkan hasil penyelidikan dan pemberkasan, KPPU melalui Rapat Komisi pada 25 April 2025, memutuskan untuk menaikkan kasus ini ke tahap Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan. Agenda sidang ini bertujuan menyampaikan dan menguji validitas temuan, serta membuka ruang pembuktian lebih lanjut. 

"Jika terbukti melanggar, para pelaku usaha dapat dikenakan sanksi administratif berupa denda hingga 50 persen dari keuntungan dari pelanggaran atau hingga 10 persen dari penjualan di pasar bersangkutan dan selama periode pelanggaran," tegasnya. 

KPPU menekankan bahwa penanganan kasus ini merupakan bagian dari upaya menjaga ekosistem persaingan usaha yang sehat di sektor keuangan digital. Karena, industri fintech memiliki peran strategis dalam mendorong inklusi keuangan. 

Sehingga, praktik-praktik anti-persaingan harus dihentikan dan dicegah sejak dini lantaran berdampak luar biasa bagi masyarakat, khususnya kecil dan menengah.

Hal tersebut dapat dilihat dari ukuran pasar ini yang cukup signifikan dimana hingga pertengahan bulan 2023 telah tercatat sebanyak 1,38 juta pemberi pinjaman aktif, 125,51 juta akun peminjam terdaftar, dengan akumulasi pinjaman yang telah diberikan mencapai Rp 829,18 triliun. 

Bahkan menurut Bank Dunia, Indonesia memiliki credit gap (kesenjangan kredit) atau kebutuhan pembiayaan yang tidak terpenuhi oleh lembaga keuangan tradisional yang mencapai Rp 1.650 triliun pada tahun 2024.

Fanshurullah menjelaskan, data tersebut 
menjadi salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan industri pinjaman online di Indonesia. KPPU memperkirakan, eskalasi perkara ini berpotensi membawa konsekuensi besar bagi lanskap pinjaman online di Indonesia. 

"Melalui penegakan hukum ini, KPPU meminta agar regulator dapat memperbaiki revisi standar industri, memperketat kontrol terhadap asosiasi, mengubah pola bisnis pinjol, hingga memicu penurunan bunga pinjaman ke tingkat yang lebih kompetitif. Dari sisi konsumen, penegakan hukum ini menjadi sinyal positif terhadap perlindungan hak peminjam dan efisiensi biaya layanan keuangan digital," tukasnya. 


Laporan: Tio Pirnando 

Ilustrasi pinjaman online. (SinPo.id/Pixabay) 

BERITALAINNYA
BERITATERKINI