Hadapi Tantangan Global, Wamendag: Sistem Logistik Harus Adaptif
SinPo.id - Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Dyah Roro Esti Widya Putri menekankan pentingnya Indonesia memiliki sistem logistik yang adaptif, sebagai bagian dari strategi nasional dalam menghadapi tantangan global.
Menurut dia, sistem logistik merupakan tulang punggung proses ekspor, terutama di tengah upaya Indonesia melakukan diversifikasi pasar ekspor sebagai respons menghadapi kebijakan tarif resiprokal AS.
"Kita tidak bisa menghindari tantangan global seperti arus proteksionisme, tapi Indonesia dapat mengatur arah strategi agar kondisi ini justru dapat menjadikan ekonomi Indonesia kian tangguh. Salah satu yang krusial dilakukan adalah penguatan sistem logistik agar lebih bersaing dan adaptif," tegas Roro dalam diskusi yang digelar Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), Jumat, 25 April 2025.
Roro menjelaskan, penguatan sistem logistik memainkan peran sentral agar proses perluasan ekspor ke pasar nontradisional dapat berjalan lebih efisien. Saat ini, Indonesia telah memiliki 21 perjanjian dagang dengan negara mitra dan terdapat 16 perjanjian yang sedang dalam proses negosiasi. Beberapa di antaranya dengan Kanada, Iran, Peru, dan Uni Eropa.
Indonesia juga sedang dalam proses aksesi ke Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CPTPP) dan Brazil, Rusia, India, RRT, Afrika Selatan, Mesir, Etiopia, Indonesia, Iran, dan Arab Saudi (BRICS+) yang memiliki pangsa pasar cukup besar.
Hal selanjutnya yang perlu dilakukan adalah transformasi digital dalam sistem logistik nasional. Roro menyampaikan, pemerintah menargetkan integrasi sistem e-logistics yang lebih andal, seperti konektivitas data antarpelabuhan.
"Untuk mewujudkannya dibutuhkan kolaborasi antara instansi pemerintah terkait, badan usaha pelabuhan, dan pelaku industri logistik. Forwarder nasional juga harus dibekali dengan infrastruktur digital yang mumpuni agar mampu bersaing secara global," kata Roro.
Kemudian, strategi diplomasi perdagangan juga harus berani masuk ke dalam ranah diplomasi logistik. Roro menjelaskan bahwa negosiasi perdagangan tidak hanya menyangkut tarif, tetapi juga kelancaran alur logistik lintas batas dari kepabeanan, inspeksi karantina, hingga pengakuan dokumen digital.
"Indonesia akan mendorong kerja sama teknis dan harmonisasi standar logistik dengan negara mitra, sebagai bagian dari agenda diplomasi perdagangan aktif," ungkapnya.
Upaya selanjutnya dalam percepatan transformasi sistem logistik yaitu dengan mengurangi biaya logistik terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), dari 14,29 persen menjadi 8 persen pada 2045.
Roro memaparkan, salah satu indikator efisiensi layanan pelabuhan adalah durasi port stay, yaitu waktu yang diperlukan kapal untuk bersandar. Semakin cepat proses bongkar muat barang di pelabuhan, semakin singkat durasi port stay, yang akan meningkatkan waktu berlayar kapal.
"Hal ini memberikan keuntungan bagi perusahaan pelayaran karena mereka dapat menghemat biaya operasional," tukas Roro.

