Haidar Alwi Soroti Potensi Pertambangan Rakyat dalam Meningkatkan Penerimaan Negara untuk Indonesia Emas 2045

Laporan: Tim Redaksi
Sabtu, 26 April 2025 | 03:21 WIB
Haidar Alwi
Haidar Alwi

SinPo.id -  Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, telah menegaskan komitmennya untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045 di tengah ketidakpastian ekonomi global. Salah satu langkah strategis yang diambil adalah dengan memerintahkan jajarannya untuk memaksimalkan penerimaan negara. Keseriusan ini ditandai dengan rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara yang tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.

Salah satu sektor yang dianggap potensial dalam menggenjot penerimaan negara adalah sektor pertambangan rakyat. Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi, menekankan bahwa sektor ini tidak hanya dapat meningkatkan pendapatan negara, tetapi juga memberikan manfaat langsung bagi masyarakat. "Pertambangan rakyat dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, memberantas penambang ilegal, dan mengurangi kerusakan lingkungan. Dengan bimbingan pemerintah, sektor ini dapat mencegah korban yang tak diinginkan," ungkap Haidar Alwi pada Jumat (25/4/2025).

Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) serta Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara sudah menyediakan landasan hukum untuk mendukung pertambangan rakyat. Namun, menurut Haidar Alwi, praktik di lapangan menunjukkan bahwa proses dan akses izin untuk pertambangan rakyat masih terhambat oleh birokrasi yang berbelit-belit. Hal ini menyebabkan potensi besar kekayaan alam Indonesia belum dimaksimalkan, bahkan sering kali kebocoran sumber daya alam terjadi ke luar negeri.

Di Nusa Tenggara Barat (NTB), misalnya, dari 60 blok pertambangan rakyat yang diajukan, hanya 16 blok yang disetujui untuk dikelola oleh Kementerian ESDM berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 89 Tahun 2022. Namun, hingga kini, seluruh pertambangan rakyat di NTB masih berstatus ilegal, karena ketentuan terbaru, Keputusan Menteri ESDM Nomor 174 Tahun 2024, mengharuskan pembuatan dokumen pengelolaan WPR (Wilayah Pertambangan Rakyat). Padahal, jika 60 blok WPR dikelola dengan baik, hasilnya bisa melebihi pendapatan yang diperoleh dari perusahaan tambang besar seperti Amman Mineral.

Secara nasional, Indonesia memiliki potensi pertambangan rakyat yang tersebar di 19 provinsi dengan total 1.215 blok dan luas 66.593,18 hektar. Sayangnya, hingga Maret 2024, baru 82 Izin Pertambangan Rakyat (IPR) yang terbit, mencakup sekitar 62,31 hektar. Artinya, lebih dari 99% potensi pertambangan rakyat belum dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan penerimaan negara dan kesejahteraan rakyat.

Haidar Alwi pun mendesak kementerian terkait untuk segera bertindak, mempercepat proses izin, dan mendukung sektor pertambangan rakyat melalui regulasi, teknologi, serta potensi dukungan modal. "Pertambangan rakyat sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi kerakyatan yang telah diajarkan oleh para founding fathers Indonesia. Ini adalah pilar ketahanan ekonomi nasional yang sangat penting," tegas Haidar Alwi.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI