Sikapi Inpres 6/2025, Bapanas Mulai Berembuk Bahas Usulan Harga Gabah Kering
SinPo.id - Badan Pangan Nasional (Bapanas) bersama stakeholder penggilingan dan perberasan mulai membahas usulan Harga Pembelian Pemerintah Gabah Kering Giling (HPP GKG). Hal ini menindaklanjuti Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2025 tentang Pengadaan dan Pengelolaan Gabah/Beras Dalam Negeri serta Penyaluran Cadangan Beras Pemerintah (CBP).
"Setelah pemerintah memastikan harga gabah di tingkat petani dan sudah beres, selanjutnya yang perlu dipastikan adalah harga di tingkat penggilingan dan pedagang. Ini harus lengkap, mulai dari hulu hingga hilir," kata Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dalam keterangannya, Rabu, 23 April 2025.
Diketahui, melalui instrumen HPP GKP Rp 6.500 per kilogram (kg), pemerintah bersama Perum Bulog telah kembali berhasil menghadirkan jaring pengaman harga bagi petani. Dalam pantauan dalam Panel Harga pangan Bapanas, rerata harga GKP secara nasional pada 22 April berada di Rp 6.549 per kg.
Berkat upaya penjagaan harga petani tersebut, Nilai Tukar Petani (NTP) pada puncak panen pada Maret 2025, mengalami eskalasi 6,93 poin menjadi 123,72 dibandingkan pada puncak panen tahun sebelumnya yang jatuh di April 2024. NTP pada April 2024 adalah 116,79.
Untuk capaian NTP Tanaman Pangan (NTPP) saat puncak panen Maret 2025 tercatat sebesar 108,95. Sementara pada puncak panen 2024 di April, NTPP kala itu 105,54. Adapun disebut puncak panen karena pada April 2024 karena produksi beras di bulan itu sebanyak 5,38 juta ton dan pada Maret 2025 puncak produksi beras diperkirakan dapat mencapai 5,57 juta ton.
"Jadi meskipun sudah diberikan HPP GKP Rp 6.500, itu harga minimal, tapi mohon dengan sangat, bisa disampaikan melalui penyuluh dan teman-teman di lapangan, supaya GKP yang ada itu benar-benar gabah kering panen. Ini karena Bulog membelinya harus berbentuk gabah kering panen, bukan gabah kering pohon, bukan gabah yang hijau atau bukan gabah yang rusak," tegas Arief.
"Produksi gabah dan beras memang harus terjaga. Jangan sampai shortage, karena harga otomatis bisa naik. Itu kunci yang pertama. Momen saat ini memang waktunya Bulog menyerap. Kemudian nanti lepas dari panen raya, grafiknya akan turun. Nah itu waktunya kita lepas stok," sambungnya.
Arief menerangkan, langkah pemerintah selanjutnya setelah berhasil menjaga harga petani, terutama pada momen kulminasi panen, adalah menjaga daya beli masyarakat. Hal ini supaya kelompok masyarakat desil 1 dan 2 disokong taraf hidupnya.
Karena, dengan HPP GKP, pada saat produksi tinggi, biasanya harga petani jatuh. Sebab itu, Bapanas bersama dengan Bulog menjaga dan menyerap semaksimal mungkin, supaya petani terlindungi.
Lalu, HPP GKG juga perlu untuk membantu penggiling dengan dryer kapasitas kecil. Kita ingin bagaimana setiap penggiling padi bisa berkompetisi sehat dan efisiensi agar bisa diserap pemerintah.
"Selanjutnya yang perlu dijaga itu adalah daya beli masyarakat, terutama masyarakat yang berpenghasilan rendah. Itu yang dijaga, khususnya yang termasuk desil 1 dan 2. Itu ada kurang lebih 20 juta. Pemerintah perlu melindungi dengan menciptakan harga yang baik, sehingga daya beli pun terjaga," kata Arief.
Turut hadir dalam Rakor Bapanas, antara lain Deputi III Kepala Staf Kepresidenan Bidang Perekonomian Edy Priyono, Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Profesor Dwi Andreas Santosa, Ketua Umum Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (PERPADI) Sutarto Alimoeso, dan perwakilan dari kementerian/lembaga dan pemerintah daerah beserta pula perwakilan Serikat Petani Indonesia (SPI).
Kemudian, Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Induk Koperasi Pedagang Pasar (INKOPPAS), Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI), Asosiasi Pengelola Pasar Indonesia (ASPARINDO), dan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO).

