KSPI Sangat Khawatir Tarif Impor Trump Picu PHK Massal di Indonesia

Laporan: Tio Pirnando
Senin, 07 April 2025 | 14:10 WIB
Ilustrasi PHK. (SinPo.id/Shutterstock)
Ilustrasi PHK. (SinPo.id/Shutterstock)

SinPo.id - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengkhawatirkan, terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal, beberapa bulan ke depan, terhadap puluhan ribu karyawan, yang dipicu kebijakan tarif resiprokal sebesar 32 persen oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump kepada Indonesia. 

"Dalam kalkulasi sementara Litbang KSPI dan Partai Buruh, diperkirakan akan ada tambahan 50 ribu buruh yang ter-PHK dalam tiga bulan pasca diberlakukannya tarif baru tersebut," kata Iqbal dalam keterangannya, Senin, 7 April 2025. 

Menurut Iqbal, kenaikan tarif sebesar 32 persen, membuat barang produksi Indonesia menjadi lebih mahal di pasar AS. Dampaknya, permintaan menurun, produksi dikurangi, dan perusahaan terpaksa melakukan efisiensi, termasuk PHK. 

"Bahkan, dalam beberapa kasus, perusahaan memilih menutup operasionalnya," kata Presiden Partai Buruh itu. 

Iqbal menyampaikan, sebelum Lebaran, pihaknya telah menemukan fakta di lapangan bahwa sejumlah perusahaan berada dalam kondisi goyah dan sedang mencari format untuk menghindari PHK. Namun, dengan diberlakukannya kebijakan tarif impor dari AS mulai 9 April 2025, perusahaan-perusahaan tersebut diprediksi akan terjerembab lebih dalam. 

Adapun industri-industri yang paling rentan dihantam gelombang PHK, meliputi industri tekstil, garmen, sepatu, elektronik, makanan dan minuman yang berorientasi ekspor ke AS, serta industri minyak sawit, perkebunan karet, dan pertambangan.

"Perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor tekstil, garmen, sepatu, elektronik, dan makanan-minuman umumnya adalah milik investor asing, bukan domestik," ungkapnya. 

Karena itu, jika situasi ekonomi tidak menguntungkan, investor asing dengan mudah bisa memindahkan investasinya ke negara lain yang memiliki tarif lebih rendah dari AS. Sebagai contoh, sektor tekstil kemungkinan akan pindah ke Bangladesh, India, atau Sri Lanka yang tidak terkena kebijakan tarif dari AS.

"Namun tidak semua investor asing akan hengkang. Investor dari Taiwan, Korea, dan Hongkong, yang selama ini mendominasi sektor tekstil di Indonesia, mungkin akan tetap memproduksi di Indonesia, tetapi dengan brand atau merk dari negara lain seperti Sri Lanka," tukasnya. 

BERITALAINNYA