Iwakum Kecam Penggeledahan Jurnalis Saat Liputan Demo di Senayan

SinPo.id - Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) mengecam keras tindakan aparat kepolisian berpakaian sipil yang mengintimidasi jurnalis Kompas.com, Rega Almutada (23) saat meliput demonstrasi di depan Gedung DPR/MPR RI, Senayan Jakarta, Kamis, 27 Maret 2025.
Ketua Umum Iwakum, Irfan Kamil menegaskan jurnalis memiliki hak untuk meliput peristiwa yang berkaitan dengan kepentingan publik tanpa tekanan atau tindakan represif dari pihak mana pun.
Apalagi, saat itu Rega yang dilengkapi kartu pers sedang meliput aksi demonstrasi masyarakat yang menolak Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI).
“Kami mengecam keras tindakan penggeledahan yang dilakukan terhadap jurnalis Kompas.com. Ini bukan hanya pelanggaran terhadap kebebasan pers, tetapi juga ancaman terhadap hak publik untuk mendapatkan informasi yang akurat dan transparan,” ujar Kamil dalam siaran persnya yang dikutip Sabtu, 29 Maret 2025.
Iwakum mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk segera mengusut dan memberikan sanksi kepada aparat yang menggeledah jurnalis Kompas.com tersebut.
Selain itu, organisasi wartawan hukum ini juga meminta Kapolri mengevaluasi kinerja aparat kepolisian di lapangan agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
“Kapolri harus segera mengevaluasi jajarannya, terutama aparat yang bertugas di lapangan, agar kejadian serupa tidak kembali terjadi. Jurnalis harus dilindungi, bukan malah diintimidasi saat menjalankan tugasnya,” tegas Kamil.
Sementara itu, Sekjen Iwakum, Ponco Sulaksono menilai insiden yang terjadi di depan gedung DPR pada Kamis malam tersebut merupakan bentuk pelanggaran terhadap kebebasan pers yang dijamin dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Ponco menilai tindakan aparat berpakaian sipil tersebut sebagai bentuk intimidasi terhadap jurnalis yang menjalankan tugasnya di lapangan.
“Kami juga mengajak seluruh elemen pers dan masyarakat sipil untuk terus mengawal kebebasan pers di Indonesia. Jurnalis harus diberikan perlindungan sebagaimana diamanatkan dalam UU Pers,” kata Ponco.
Insiden tersebut terjadi sekitar pukul 18.35 WIB, ketika aparat kepolisian tengah menyisir dan membubarkan massa menggunakan mobil water cannon.
Rega mengaku ditarik secara tiba-tiba oleh dua orang berpakaian sipil yang diduga merupakan aparat. Mereka kemudian memeriksa isi ponselnya tanpa alasan yang jelas.
"Tiba-tiba saya ditarik dari belakang, di pundak dan baju saya, cukup kencang. Saya kaget karena posisi saya sedang merekam dan tidak menyangka akan ditarik seperti itu," ujar Rega, Jumat (28/3/2025).
Setelah ditarik, kedua orang tersebut meminta Rega untuk menunjukkan isi ponselnya. Meskipun Rega telah menunjukkan kartu pers dari Kompas.com, mereka tetap memeriksa isi galeri dan grup WhatsApp di ponselnya.
"Saya punya dua ponsel, satu untuk kerja dan satu pribadi. Dua-duanya dicek. Bahkan grup WhatsApp kantor saya di-scroll, termasuk grup keluarga dan teman-teman," kata Rega.
Rega menambahkan, aparat yang memeriksanya tidak mengenakan seragam dan tidak memperkenalkan diri sebagai polisi. Awalnya, ia mengira mereka adalah peserta aksi atau wartawan lain.
"Saya baru sadar mereka aparat karena postur tubuhnya, dan mereka begitu saja menarik saya. Mereka tidak membawa senjata, tapi cara mereka mendekati saya cukup membuat saya terkejut," jelasnya.
Selain Rega, insiden serupa juga dialami oleh seorang jurnalis dari media asing. Dua wartawan dari media Russia Today diminta untuk mematikan kamera mereka saat meliput.
Meskipun tidak mengalami kekerasan fisik, Rega menyayangkan tindakan aparat yang memeriksa ponsel wartawan tanpa alasan yang jelas.
"Tiba-tiba ditarik dan digeledah seperti itu cukup mengintimidasi. Saya merasa mereka memilih saya karena saya terlihat lebih muda dan baru di lapangan," ucap Rega.