Diskusi Budaya Pangan Nusantara: Menjaga Tradisi dan Mendorong Swasembada Pangan di Indonesia

Laporan: Tim Redaksi
Senin, 17 Maret 2025 | 05:29 WIB
pangan (pixabay)
pangan (pixabay)

SinPo.id -  Joglo Nusantara berkolaborasi dengan Kementerian Kebudayaan dan Pemerintah Kota Depok menggelar Diskusi Budaya Pangan Nusantara di Warung Kangen Desa Joglo Nusantara, Depok. Acara ini membahas pentingnya budaya pangan Nusantara, yang meliputi pangan lokal, ketahanan pangan nasional, serta peranannya dalam mendukung keberlanjutan tradisi dan swasembada pangan di Indonesia.

Menteri Kebudayaan, yang hadir dalam acara ini, menekankan bahwa pangan lokal merupakan bagian penting dari pemajuan kebudayaan, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017. Beliau menyampaikan bahwa budaya pangan terkait erat dengan nilai luhur tradisi dan sektor pertanian Indonesia. "Baik itu tanaman padi, jagung, palawija, dan lainnya, semuanya memiliki tradisi, upacara, ritual, serta doa-doa tertentu yang diwariskan turun-temurun. Bahkan, budaya pengairan kita telah diakui sebagai warisan dunia, seperti sistem subak di Bali," jelas Menteri.

Lebih lanjut, Menteri Kebudayaan menjelaskan bahwa pangan merupakan bagian dari ekspresi budaya yang memiliki filosofi mendalam. "Kuliner tradisional kita adalah bagian dari warisan budaya takbenda, termasuk gastronomi. Contohnya, rendang yang memiliki 24 jenis berbeda di berbagai daerah. Tahun ini, pemerintah akan mendaftarkan tempe ke UNESCO sebagai warisan budaya takbenda, setelah sebelumnya jamu berhasil masuk dalam daftar UNESCO pada 2023," tuturnya.

Menteri Kebudayaan juga menyoroti pentingnya diversifikasi pangan agar Indonesia tidak hanya bergantung pada padi dan gabah. Pemerintah, menurut beliau, menargetkan swasembada pangan dalam empat sampai lima tahun ke depan. "Pemerintah menargetkan swasembada pangan, dan ini berarti kita harus memperkuat diversifikasi pangan untuk mengurangi ketergantungan pada impor," ujarnya.

Saat ini, Indonesia mengimpor 12 juta ton gandum, sebagian besar diolah menjadi mie instan, yang menghabiskan devisa negara. Selain itu, Indonesia masih mengimpor 2-3 juta ton beras, yang memengaruhi kesejahteraan petani lokal. Sebagai langkah konkret, pemerintah menaikkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk gabah kering panen menjadi Rp 6.500 per kilogram, guna mendukung kesejahteraan petani.

Menteri juga menyoroti pentingnya pengembangan tanaman sorgum, yang bisa menjadi pengganti gandum dan mendukung kemandirian pangan Indonesia. "Tanaman sorgum perlu dikembangkan karena bisa menggantikan nasi dan gandum, serta memperkuat ketahanan pangan kita," tambahnya.

Diskusi ini juga dihadiri oleh Walikota Depok, Dr. H. Supian Suri, M.M., yang menyampaikan apresiasi terhadap Menteri Kebudayaan atas kehadirannya. "Kami ingin menjadikan Depok sebagai kota inklusif yang mengembalikan kehijauan lingkungan. Kita harus mewariskan alam yang baik kepada generasi mendatang," kata Walikota. Supian juga menegaskan komitmennya untuk memaksimalkan potensi alam dan pertanian urban di Depok, termasuk pengembangan urban farming dan sektor pertanian lainnya.

Acara ini ditutup dengan buka puasa bersama, mempererat silaturahmi antar tamu undangan dan menguatkan komitmen untuk menjaga warisan budaya pangan Nusantara, sekaligus memperkenalkan potensi budaya dan pangan lokal kepada masyarakat luas.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI