Tips untuk Pasien Sakit Paru-Pernapasan agar Puasa Ramadhan Tetap Terjaga

Laporan: Tio Pirnando
Sabtu, 01 Maret 2025 | 12:19 WIB
Ketua Majelis PDPI, Prof Tjandra Yoga Aditama. (SinPo.id/dok. Pribadi)
Ketua Majelis PDPI, Prof Tjandra Yoga Aditama. (SinPo.id/dok. Pribadi)

SinPo.id - Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Prof Tjandra Yoga Aditama memberikan tips kepada masyarakat yang memiliki berbagai penyakit atau gangguan kesehatan paru dan pernapasan, baik dalam bentuk penyakit Asma Bronkial, Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) seperti bronkitis kronik, emfisema atau juga berbagai bentuk infeksi atau radang paru.

Tips ini agar masalah kesehatan dapat terkontrol secara baik selama Ramadhan 2025. 

Prof Tjandra menerangkan, tipsnya yaitu memastikan gizi berimbang dengan kesehatan paru. Karenanya, saat berbuka puasa harus banyak minum air, atau ditambah susu. 

"Hal ini akan membantu proses rehidrasi pada hari itu, ini penting bagi kesehatan paru. Karena kekentalan mukus di dalam saluran napas akan berhubungan dengan tingkat dehidrasi atau rehidrasi tubuh kita," kata Prof Tjandra, Sabtu, 1 Maret 2025. 

Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI ini menyarankan agar menghindari minuman bersoda atau minuman aditif lain. Selain minuman, makanan yang dianjurkan untuk berbuka puasa adalah santapan rendah lemak, serta makanan yang mengandung gula alami. 

Makanan dalam bentuk sup juga dianjurkan serta tentu buah dan berbagai jenis kurma yang kini mulai banyak dijumpai. 

Sementara itu untuk makan sahur, memang dianjurkan karbohidrat seperti beras atau roti. Sebaiknya dipilih yang berserat tinggi atau jenis “wholegrain” karena akan memberi rasa kenyang lebih lama.  

Tips berikutnya mengenai aktifitas fisik. Prof Tjandra mengaku memahami bahwa ketika sedang berpuasa, maka kemampuan olahraga berat akan berkurang. 

Namun, amat tetap dianjurkan melakukan aktifitas fisik sesuai kemampuan, dan ini akan sangat bermanfaat bagi kesehatan paru. 

"Khusus mereka dengan kondisi paru tertentu maka dapat dilakukan tehnik tertentu seperti  aerobik bertahap (step-by-step aerobic) dan lain-lain," ucapnya.  

Kemudian tentang konsumsi obat untuk penyakit paru yang dialami. Menurut Prof Tjandra, jika diharuskan oleh dokter konsumsi obat, maka harus disikapi sesuai dengan pola puasa. 

Misal, jika obat tiga kali sehari, maka dapat diminum pada waktu berbuka, mau tidur malam atau sesudah sholat Tarawih dan sekali lagi waktu sahur. Bila obatnya dua kali sehari, maka dapat dikonsumsi waktu buka dan sahur.

Selain itu, penggunaan obat inhaler yang dihisap/disemprot ke mulut untuk masuk ke paru, juga seringkali jadi perdebatan, apakah membatalkan puasa atau tidak. Salah satu upaya menyikapinya adalah dengan menggunakan yang kerja panjang (long acting) yang dapat digunakan sesudah berbuka dan sebelum sahur misalnya. 

"Kadang-kadang juga ada yang mempertanyakan penggunaan oksigen, kalau sesekali dan terkontrol baik maka tentu masih dapat ditolerir, tetapi kalau sakitnya sudah cukup parah dan memerlukan oksigen yang intensif maka mungkin perlu pertimbangan lebih lanjut," tuturnya.

Tips selanjutnya  bersifat lebih umum, untuk para perokok. Ketika puasa maka para perokok tentu berhasil tidak merokok sejak sahur sampai datang waktu berbuka, dan itu lebih dari 12 jam lamanya. 

Prof Tjandra mengjaka agar menggunakan momentum yang baik itu untuk tetap terus tidak merokok di sore dan malam hari, dan juga nanti sesudah Idul Fitri. 

"Sehingga bulan puasa tahun ini menjadi saat berharga bagi kesehatan para perokok karena berhasil berhenti merokok sepenuhnya," tukas Adjunct Profesor Griffith University, Brisbane Australia, itu. 

BERITALAINNYA
BERITATERKINI