Dugaan Korupsi Jampidsus, Pakar Sebut KPK Bisa Periksa Febrie Asal Penuhi Syarat Ini

SinPo.id - Pakar hukum pidana dari Universitas Bung Karno, Hudi Yusuf, mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat memeriksa Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah secara langsung.
Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan selama memiliki alat bukti yang cukup mengajukan permohonan kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin, terkait izin pemeriksaan anak buahnya, Febrie Adriansyah.
"Kalau memang alat buktinya sudah cukup, tidak ada alasan untuk tidak menandatangani," kata Hudi kepada wartawan pada Rabu, 12 Februari 2025.
Ia mengingatkan agar Burhanuddin agar tidak terkesan menghambat proses hukum. Menurutnya, permohonan izin KPK harus segera disetujui.
"Di-approved, ditandatangani, jangan dilama-lamakan. Kenapa harus lama, apa alasannya? Kalau tidak ditandatangani, ya harus segera ditandatangani," ujarnya.
Hudi melanjutkan, Pasal 8 Ayat 5 Undang-undang Kejaksaan menjadi penghambat KPK memeriksa Febrie karena terkendala izin Jaksa Agung, maka pasal tersebut perlu direvisi.
Pasal tersebut mengatur, penyidik baru dapat melakukan upaya paksa terhadap jaksa bermasalah jika mendapat izin dari jaksa agung.
"Kalau dianggap itu dapat merintangi proses, ya memang harus diubah. Semua instansi punya aturan, apalagi dalam tindak pidana minimal ada kecukupan alat bukti," jelasnya.KPK sebelumnya menegaskan masih mencari bukti atas laporan yang ditujukan Febrie.
Apabila sudah selesai, KPK akan membuka penyelidikan.
“Secara umum seluruh laporan yang masuk tentunya akan diverifikasi. Akan ditelaahkan. Akan dilakukan pulbaket (pengumpulan bahan keterangan). Dan bila dianggap sudah memenuhi syarat untuk dinaikan ke penyelidikan,” ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan pada Selasa, 4 Februari 2025.
Tessa mengatakan KPK tidak mengabaikan laporan tersebut. Jika kurang bukti, pelapornya bakal dipanggil lagi untuk diminta menambah bukti baru.
“Dan bila ada persyaratan yang masih kurang akan dimintakan kepada pihak pelapor untuk memenuhi,” kata Tessa.
Nama Febrie Adriansyah turut terseret karena KSST menilai ada dugaan kejanggalan pada pelelangan barang rampasan berupa satu paket saham PT Gunung Bara Utama (PT GBU) di Kejaksaan Agung.
Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, mengatakan nilai saham perusahaan batu bara di Kalimantan tersebut seharusnya mencapai Rp12 triliun.
Namun, saham tersebut dijual hanya dengan harga Rp1,945 triliun, sehingga negara diduga mengalami kerugian hingga Rp7 triliun.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK waktu itu, Ali Fikri, menuturkan usai menerima pelaporan, lembaga antirasuah selanjutnya melakukan verifikasi hingga koordinasi lebih lanjut dengan pihak pelapor.
Langkah itu untuk menentukan tindakan selanjutnya yang akan dilakukan KPK.Sementara, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung kala itu, Ketut Sumedana, menyatakan laporan KSST terhadap Febrie Adriansyah ke KPK adalah keliru.
Ia menekankan tidak ada pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh jampidsus.
Sebaliknya, kendati disebut keliru, Sugeng Teguh Santoso meyakini bukti yang dikantonginya bisa dipertanggungjawabkan.
“Kami memiliki bukti dan alasan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan untuk memasukan nama Jampidsus Febrie Adriansyah sebagai salah seorang yang dilaporkan ke KPK,” katanya.