BEI Perlu Dorong IPO Perusahaan Menengah untuk Seimbangkan Pasar

SinPo.id - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali melemah tajam, dipicu oleh dominasi perusahaan beraset besar di pasar modal. Beberapa emiten raksasa seperti AADI, BREN, dan CUAN menjadi penyebab utama pelemahan perdagangan hari ini.
Analis Strategi Institute, Fauzan Luthsa, menilai ketergantungan Bursa Efek Indonesia (BEI) pada perusahaan-perusahaan jumbo telah menciptakan ketidakseimbangan pasar modal, yang berpotensi merugikan perekonomian nasional dalam jangka panjang.
"Dampaknya, IHSG turut mengalami ketergantungan pada segelintir emiten besar. Ini bukan hal yang baik karena menciptakan risiko besar terhadap pasar modal Indonesia," ujar Fauzan, Senin 10 Februari 2025.
Fauzan menjelaskan bahwa minimnya diversifikasi skala emiten membuat struktur pasar modal tidak seimbang dan melemahkan fondasi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Saat ini, pasar modal didominasi oleh segelintir pemain besar, menciptakan oligarki yang semakin menjauhkan peluang pertumbuhan ekonomi inklusif," jelasnya.
Menurutnya, pipeline IPO di BEI saat ini menunjukkan ketimpangan yang cukup besar. Dari 19 perusahaan yang akan IPO, 18 di antaranya adalah perusahaan beraset jumbo, sementara hanya 1 perusahaan yang tergolong menengah.
"Padahal, perusahaan menengah adalah tulang punggung perekonomian nasional. Mereka lebih dekat dengan masyarakat, menciptakan lapangan kerja, dan berkontribusi langsung terhadap peningkatan daya beli," ungkapnya.
Fauzan menilai bahwa situasi ini semakin memperkuat anggapan bahwa pasar saham hanya menguntungkan pemain besar, sebagaimana yang sempat disoroti oleh Presiden tahun lalu.
Meski IPO perusahaan besar bisa menarik investor karena likuiditas tinggi, Fauzan mengingatkan bahwa tanpa keseimbangan, kondisi ini justru bisa merugikan ekonomi nasional.
Sebagai contoh, ia menyoroti salah satu IPO perusahaan jumbo pada Desember lalu yang berhasil meraup dana lebih dari Rp4 triliun, tetapi lebih dari 90 persen dana tersebut masuk ke kantong pemegang saham lama di luar negeri.
"Secara aturan ini memang legal, tetapi manfaatnya bagi ekonomi Indonesia sangat kecil. Investor lokal menggelontorkan uang mereka, tetapi dana tersebut justru mengalir ke luar negeri. Hanya kurang dari 10 persen yang digunakan untuk modal kerja di dalam negeri," paparnya.
Fauzan menegaskan bahwa Bursa Efek Indonesia (BEI) perlu lebih aktif mendorong perusahaan menengah untuk melantai di bursa. Hal ini sejalan dengan kebijakan Prabowonomics, yang menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berbasis skala menengah dan keseimbangan pasar.
"Jika lebih banyak perusahaan menengah yang IPO, dampaknya akan terasa langsung pada perekonomian. Perusahaan-perusahaan ini akan mengalami scale-up, membuka lebih banyak lapangan kerja, serta meningkatkan daya beli masyarakat," jelasnya.
Selain itu, Fauzan mengingatkan bahwa terlalu banyak fokus pada IPO lighthouse company (perusahaan jumbo) hanya akan menguntungkan segelintir pemain besar tanpa kontribusi nyata terhadap ekonomi nasional.
"IPO harus seimbang antara perusahaan jumbo dan menengah. Jika tidak, oligarki di pasar modal akan semakin kuat, pilihan investasi menjadi terbatas, dan aktivitas pasar modal menjadi kurang dinamis," tutupnya.