Gelombang Unjuk Rasa di AS, Kebijakan Donald Trump Picu Kontroversi
SinPo.id - Amerika Serikat (AS) dilanda gelombang protes nasional di berbagai negara bagian sebagai respons terhadap kebijakan dan langkah eksekutif Presiden Donald Trump.
Para demonstran turun ke jalan pada Rabu 5 Februari 2025 dengan mengusung tagar #50501, yang berarti 50 unjuk rasa, 50 negara bagian, dalam satu hari.
Gelombang protes ini dipicu oleh berbagai kebijakan kontroversial Trump, antara lain:
1. Kebijakan imigrasi yang lebih ketat, termasuk upaya deportasi massal migran tak berdokumen.
2. Pembatalan hak-hak transgender, terutama restriksi terhadap perawatan afirmasi gender bagi remaja di bawah 19 tahun.
3. Proposal relokasi warga Palestina dari Gaza, yang menuai kecaman luas.
Di Washington DC, para demonstran juga menyoroti pemotongan bantuan luar negeri dan keputusan pemerintahan Trump untuk merumahkan hampir seluruh karyawan Badan Pembangunan Internasional AS (USAID).
Selain itu, banyak yang menentang Proyek 2025, sebuah kebijakan sayap kanan ekstrem yang disebut memperluas kekuasaan presiden dan menerapkan visi sosial ultra-konservatif.
Unjuk rasa ini juga menyoroti penolakan terhadap Elon Musk, yang baru-baru ini ditunjuk sebagai kepala Departemen Efisiensi Pemerintah AS, karena dianggap memiliki akses ke data sensitif yang berpotensi menimbulkan risiko keamanan.
Demonstrasi berlangsung di berbagai kota besar dan ibu kota negara bagian, di antaranya:
Lansing, Michigan – Ratusan orang berunjuk rasa di tengah suhu dingin ekstrem.
St. Paul, Minnesota – Ribuan demonstran turun ke jalan.
Alabama – Massa berkumpul di depan Gedung DPR untuk menentang kebijakan anti-LGBTQ+.
Iowa – Bentrokan terjadi antara demonstran anti-Trump dan peserta acara konservatif.
Texas, Georgia, dan California – Pawai besar-besaran berlangsung di kota-kota utama.
Arizona – Demonstran meneriakkan slogan "Tak ada kebencian, tak ada rasa takut, imigran diterima di sini".
Trump telah menandatangani serangkaian perintah eksekutif yang membatalkan kebijakan pendahulunya dalam bidang imigrasi, iklim, dan sosial.
Gelombang unjuk rasa ini menunjukkan semakin kuatnya penolakan terhadap kebijakan Trump, menandai periode awal pemerintahannya dengan ketegangan yang tinggi.

