Jum'at, 14 Maret 2025
JADWAL SALAT & IMSAKIAH
Imsak
04:30
Subuh
04:40
Zuhur
12:02
Ashar
15:10
Magrib
18:06
Isya
19:15

Pakar Konstitusi Nilai Kecurangan Sistematis Warnai Pilkada Banggai 2024

Laporan: Sigit Nuryadin
Minggu, 02 Februari 2025 | 14:10 WIB
Diskusi Publik
Diskusi Publik "Potret rusaknya Demokrasi dalam Pilkada Banggai 2024" (SinPo.id/Sigit Nuryadin)

SinPo.id - Pilkada di Kabupaten Banggai pada 2024 yang lalu diduga tercemar oleh praktik politik uang dan penyalahgunaan wewenang yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

Guru Besar Hukum Konstitusi dari Universitas Pakuan Bogor, Andi Asrun, menyatakan bahwa penggunaan anggaran negara, baik dari APBN maupun APBD, oleh calon petahana dalam upaya memenangkan pemilu telah menjadi model yang sering dijumpai di berbagai daerah.

“Praktik politik uang ini biasanya seiring dengan penyalahgunaan wewenang yang melibatkan pejabat struktural seperti camat dan kepala desa, yang diberikan janji-janji peningkatan anggaran menjelang hari pencoblosan,” ujar Andi dalam konferensi pers di kawasan Jakarta Pusat, Minggu, 2 Februari 2025.

Andi menilai bahwa praktik semacam ini tidak hanya merusak kualitas demokrasi, tetapi juga memperburuk proses pemilihan kepala daerah, lantaran mempengaruhi pilihan masyarakat dengan cara yang tidak adil.

Menurutnya, bukti dari praktik politik uang ini mudah ditemukan, baik dalam bentuk bantuan sembako, uang tunai, maupun proyek pembangunan yang seringkali dilakukan menjelang pilkada.

"Ini adalah strategi distribusi politik uang yang disamarkan sebagai 'bantuan pemerintah', yang akhirnya mempengaruhi suara pemilih," ungkap Andi.

Lebih jauh, Andi menyoroti hubungan antara petahana dan penyelenggara pemilu, seperti KPU dan Bawaslu, yang sering kali memperburuk situasi. Dalam beberapa kasus, katanya, Bawaslu enggan memberikan sanksi atas pelanggaran yang dilakukan oleh petahana, sementara KPU juga sering kali menolak rekomendasi dari Bawaslu.

“Hubungan simbiosis mutualistik antara calon petahana dan penyelenggara pemilu ini sering kali membuat proses pemilu tidak lagi netral,” jelasnya.

Andi juga menambahkan bahwa kepala daerah yang mencalonkan diri kembali sering memanfaatkan APBD sebagai modal politik untuk memenangkan kembali kekuasaan, dengan berbagai cara yang tidak sesuai dengan rencana pembangunan daerah.

"Saya ingatkan, kondisi ini dapat merusak esensi dari pemilu yang seharusnya menjadi pesta demokrasi yang adil dan jujur," tegasnya.

Andi pun menekankan pentingnya kewaspadaan masyarakat terhadap praktik politik uang yang merajalela dalam Pilkada, serta perlunya pengawasan yang lebih ketat agar demokrasi tidak hanya menjadi ajang perebutan kekuasaan semata.

BERITALAINNYA