KPK Yakin Perubahan Kewarganegaraan Paulus Tannos Tak Pengaruhi Ekstradisi
SinPo.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yakin perubahan kewarganegaraan buronan kasus korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP), Paulus Tannos tidak mempengaruhi proses ekstradisi.
"Enggak saya kira (tidak berpengaruh). Mudah-mudahan semuanya lancar," kata Ketua KPK Setyo Budiyanto usai menghadiri acara di Kementerian Hukum, Jakarta, Jumat, 24 Januari 2025.
Paulus Tannos diketahui ditangkap di Singapura dan telah ditahan. Saat ini KPK sedang berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk membawa Tannos kembali ke Indonesia.
"Kalau itu kan dari sana nanti yang akan menindaklanjuti. Kami hanya banyak melakukan koordinasi. Ya, kemudian nanti menunggu proses berikutnya," kata Setyo.
KPK meminta doa dan dukungan dari masyarakat agar ekstradisi Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra itu bisa berjalan dengan lancar.
Sebelumnya, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan Paulus Tannos mempunyai dua kewarganegaraan. Satu di antaranya Afrika Selatan pada Agustus 2023 lalu.
Hal itu pun membuat KPK gagal memulangkan dan memproses hukum Paulus setelah menemukannya di luar negeri beberapa tahun lalu. Saat itu, kata Asep, tim KPK sudah berhadap-hadapan dengan Paulus Tannos.
"Paulus Tannos memang berubah nama karena kami, saya sendiri yang diminta oleh pimpinan datang ke negara tetangga dengan informasi yang kami terima, kami juga sudah berhadap-hadapan dengan yang bersangkutan tapi tidak bisa dilakukan eksekusi karena kenyataannya paspornya sudah baru di salah satu negara di Afrika dan namanya sudah lain bukan nama Paulus Tannos," kata Asep pada Jumat, 11 Agustus 2023 lalu.
Paulus Tannos yang merupakan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP bersama tiga orang lainnya pada Agustus 2019.
Tiga tersangkan dimaksud ialah mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Isnu Edhy Wijaya; anggota DPR 2014-2019 Miriam S. Haryani; dan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi.
PT Sandipala Arthaputra menjadi salah satu pihak yang diperkaya terkait proyek e-KTP yang merugikan keuangan negara hingga Rp2,3 triliun tersebut. Perusahaan itu disebut menerima Rp145,8 miliar.
Walaupun menjadi anggota konsorsium terakhir yang bergabung, perusahaan milik Paulus mendapat pekerjaan sekitar 44 persen dari total keseluruhan proyek e-KTP senilai Rp5,9 triliun.
Sebelum ini, KPK telah lebih dulu memproses hukum sejumlah orang. Mereka ialah mantan Ketua DPR Setya Novanto, mantan anggota DPR Markus Nari, dua pejabat di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yakni Irman dan Sugiharto.
Kemudian Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, pihak swasta Andi Agustinus, Made Oka Masagung, serta keponakan Novanto, Irvanto Hendra Pambudi.