Kinerja Industri Otomotif Turun, Kemenperin Usulkan Insentif dan Relaksasi
SinPo.id - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) RI mengusulkan pemberian insentif dan relaksasi pajak untuk mendongkrak kinerja sektor otomotif yang saat ini mengalami penurunan.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Setia Darta menjelaskan, beberapa usulan insentif itu antara lain PPnBM ditanggung pemerintah (PPnBM DTP) untuk kendaraan hybrid (PHEV, full, mild) sebesar 3 persen, insentif PPN DTP untuk kendaraan EV sebesar 10 persen. Hal ini untuk mendorong industri kendaraan listrik, dan penundaan atau keringanan pemberlakuan opsen pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB).
"Saat ini sebanyak 25 provinsi yang menerbitkan regulasi terkait relaksasi opsen PKB dan BBNKB. Kebijakan ini diharapkan mampu memberikan dukungan nyata terhadap keberlanjutan industri otomotif nasional serta menjaga daya saingnya di pasar domestik maupun global," kata Setia dalam keterangannya, Rabu, 15 Januari 2025.
Ke-25 provinsi itu di antaranya Jawa Timur, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, NTB, Bali, Kepulauan Riau, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan.
Setia menilai, pentingnya insentif dan relaksasi, karena industri otomotif masih menghadapi tantangan yang cukup berat untuk bisa semakin melaju.
Tak hanya terbentur dengan pelemahan daya beli masyarakat serta kenaikan suku bunga kredit kendaraan bermotor, di tahun 2025 kinerja industri otomotif diproyeksi bisa menurun lantaran adanya implementasi kebijakan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) serta penerapan opsen PKB dan BBNKB.
Setia menerangkan, sebagai salah satu sektor yang memiliki kontribusi signifikan terhadap PDB nasional, industri otomotif mencatatkan perkiraan penurunan sebesar Rp4,21 triliun pada 2024.
"Ini berimbas ke sektor backward linkage sebesar Rp 4,11 triliun dan sektor forward linkage sebesar Rp3,519 triliun," kata Setia.
Senada, Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara menilai, diperlukan dukungan kebijakan dari pemerintah, termasuk untuk mengatasi dampak opsen pajak kendaraan bermotor, agar industri kendaraan bermotor nasional tetap bisa tumbuh.
"Dukungan insentif dapat meningkatkan pertumbuhan industri kendaraan bermotor, yang terlihat pada peningkatan penjualan. Ini akan menggairahkan industri komponen, industri perbankan, hingga lembaga pembiayaan," kata Kukuh.
Untuk itu, Gaikindo meminta semua kendaraan berteknologi elektrifikasi (xEV), meliputi HEV, PHEV, dan BEV, diberi kesempatan mendapatkan insentif sesuai dengan kontribusi dalam penurunan emisi karbon dioksida (CO2) dan bahan bakar minyak (BBM).
"Meningkatnya perkembangan pasar xEV dapat memberikan dampak pada pendalaman industri untuk xEV juga potensi peningkatan ekspor xEV," ucap dia.
Sementara itu, pengamat Otomotif LPEM Universitas Indonesia, Riyanto menyatakan, pasar mobil membutuhkan intervensi cepat, karena kondisi semakin berat. Adapun perbaikan fundamental, berupa penguatan daya beli dan akselerasi pertumbuhan ekonomi merupakan solusi jangka panjang.
Berdasarkan hitungan LPEM UI, pemberian insentif bakal berdampak positif terhadap ekonomi. Kontribusi industri mobil baik langsung dan tidak langsung terhadap produk domestik bruto (PDB) akan mencapai Rp177 triliun dengan tarif PPnBM 10 persen, lalu Rp181 triliun dengan PPnBM 7,5 persen, Rp185 triliun PPnBM 5 persen, dan Rp194 triliun dengan PPnBM 0 persen, dibandingkan skema business as usual Rp168 triliun.
Selain itu, akan ada tambahan tenaga kerja otomotif sebanyak 7.740 orang dengan PPnBM 10 persen, lalu 11.611 orang (PPnBM 7,5 persen), 15.481 orang (PPnBM 5 persen), dan 23.221 orang (PPnBM 0 persen).
Riyanto juga mengusulkan PPnBM mobil murah tahun ini bisa dikembalikan ke 0 persen dari saat ini 3 persen.
"Adapun insentif PPnBM untuk mobil pertama layak dipertimbangkan, bersama lokalisasi, ekspor, dan litbang karena bakal berimbas positif terhadap industri otomotif," kata Ryanto.