Negara-Negara yang Larang Perayaan Natal: Korea Utara hingga Somalia

Laporan: Tim Redaksi
Rabu, 25 Desember 2024 | 21:16 WIB
Kim Jong Un
Kim Jong Un

SinPo.id -  Natal yang dirayakan umat Kristiani setiap 25 Desember menjadi simbol harapan dan cinta kasih. Namun, di Korea Utara, perayaan hari besar ini dilarang keras. Di bawah kepemimpinan Kim Jong Un, larangan tersebut terus ditegakkan dengan sanksi berat, termasuk hukuman mati bagi pelanggar.

Larangan ini sebenarnya sudah diterapkan sejak 1948 di bawah rezim Dinasti Kim yang dikenal membatasi kebebasan beragama. Akibatnya, banyak warga Korea Utara tidak mengenal Natal.

"Di Korea Utara, saya tidak tahu apa itu Natal. Saya bahkan tidak tahu siapa Yesus Kristus. Bagi kami, keluarga Kim adalah Tuhan," kata Kang Jimin, seorang pembelot, seperti dikutip dari The Independent.

Hal serupa juga diungkap Ji Hyun Park, pembelot lain yang berhasil keluar dari Korea Utara pada 1998. Hingga ia tiba di Inggris, Ji Hyun mengira Boxing Day adalah acara olahraga, karena tidak pernah mendengar tentang Natal.

Meski begitu, pohon natal yang dihiasi pernak-pernik dan lampu kerap terlihat di Pyongyang. Anehnya, warga setempat tidak mengetahui konotasi religiusnya, menganggapnya hanya sebagai dekorasi biasa.

Timothy Cho, pembelot lain, menyatakan ada warga yang merayakan Natal secara diam-diam. Namun, jika ketahuan, konsekuensinya sangat berat.

"Hukumannya bisa berupa kerja paksa di kamp penjara atau bahkan eksekusi di tempat," ujarnya kepada The Sun.

Alih-alih merayakan Natal, pemerintah Korea Utara mengarahkan warganya untuk memperingati kelahiran Kim Jong Suk, nenek Kim Jong Un, yang jatuh pada 24 Desember. Perayaan ini melibatkan kunjungan ke makamnya di Hoeryong dengan membawa bunga, bersulang, hingga menyanyikan lagu-lagu penghormatan.

Selain Korea Utara, beberapa negara lain seperti Somalia, Tajikistan, dan Brunei juga memberlakukan larangan serupa terhadap perayaan Natal. Di negara-negara tersebut, pelanggaran terhadap aturan ini dapat berujung pada hukuman penjara hingga lima tahun.

Larangan-larangan ini menunjukkan masih adanya batasan kebebasan beragama di beberapa negara hingga saat ini.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI