Kementerian Pertanian Siapkan Regulasi Dukung Investasi Peternakan Sapi

Laporan: Tio Pirnando
Rabu, 25 Desember 2024 | 10:42 WIB
Ilustrasi peternakan sapi. (SinPo.id/dok. Kementan)
Ilustrasi peternakan sapi. (SinPo.id/dok. Kementan)

SinPo.id - Kementerian Pertanian (Kementan) sedang menyusun sejumlah regulasi untuk memberikan kepastian iklim investasi dalam sektor peternakan sapi di Indonesia, dalam rangka mendukung program Makan Bergizi (MBG).

"Penyediaan makanan bergizi bagi anak dan ibu hamil tidak terlepas dari pasokan daging dan susu sebagai sumber protein hewani," kata Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Agung Suganda, dalam pertemuan dengan seluruh Direktur dan Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) pada Selasa, 24 Desember 2024.

Agung menjelaskan, pemenuhan kebutuhan daging sapi dan susu akan dicapai melalui program Peningkatan Produksi Susu dan Daging Nasional (P2SDN). Target P2SDN adalah penyediaan daging sapi sebesar 0,77 juta ton dan susu sebanyak 4,7 juta ton.

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, produksi dalam negeri akan mencakup 0,37 juta ton daging sapi, sementara sisanya, sekitar 0,4 juta ton, akan dipenuhi melalui impor.

Agung menambahkan, guna memberikan nilai tambah dan meluaskan lapangan usaha peternakan, Kementan berencana memasukkan sapi hidup sebanyak 200 ribu ekor setiap tahun dari 2025 hingga 2029. Total pemasukan sapi ditargetkan mencapai 1 juta ekor dalam lima tahun ke depan.

Penambahan ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan jumlah populasi sapi, tetapi juga untuk memperkenalkan jenis ternak baru yang dapat meningkatkan mutu genetik sapi yang dipelihara di Indonesia.

Kementan telah melakukan evaluasi terhadap negara asal sapi impor, dengan mempertimbangkan kesesuaian iklim, harga yang bersaing, serta status bebas penyakit hewan menular. Beberapa negara yang telah diidentifikasi sebagai sumber ternak sapi antara lain Australia, Meksiko, Brazil, Selandia Baru, dan Kanada.

Dalam rangka memastikan pemasukan sapi dari negara-negara tersebut, Kementan tengah menyusun sejumlah peraturan untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi pelaku usaha peternakan sapi.

Direktur Kesehatan Hewan, Imron Suandy, menjelaskan bahwa revisi dilakukan terhadap peraturan terkait pemasukan sapi impor, berupa Perubahan Kedua Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2026 tentang Pemasukan Ternak dan Produk Hewan Dalam Hal Tertentu, serta Peraturan Menteri Pertanian Nomor 32 Tahun 2023, guna memastikan perlindungan negara dari ancaman penyakit hewan dan pemenuhan persyaratan teknis kesehatan hewan untuk sapi yang akan diimpor.

"Pemasukan sapi tidak hanya dilakukan dari Australia, tetapi juga dari Brazil yang bebas PMK," kata Imron.

Imron menjelaskan, Brazil dipilih sebagai salah satu negara sumber sapi impor karena statusnya sebagai zona bebas Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang telah diakui oleh Badan Kesehatan Hewan Dunia (World Organisation for Animal Health/WOAH). Selain itu, populasi sapi di Brazil cukup besar, dengan negara tersebut menjadi pengekspor daging sapi terbesar di dunia, yang menyumbang 30 persen dari total ekspor daging sapi global pada 2022.

Brazil juga memiliki sapi perah jenis Girolando, hasil persilangan antara sapi Zebu (Gyr) asal India dan sapi Holstein asal Belanda. Sapi Girolando berkontribusi sebesar 80 persen terhadap total produksi susu di Brazil. Sapi ini dikenal memiliki daya adaptasi yang baik terhadap iklim tropis dan produktivitas tinggi, serta dianggap cocok untuk dikembangkan di Indonesia, mengingat kesamaan iklim antara kedua negara.

"Hal ini yang meyakinkan kami bahwa sapi perah Girolando dapat berkembang optimal di Indonesia," tutup Imron.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI