Harvey Moeis Divonis 6,5 Tahun Bui, Hinca: Kabar Buruk bagi Keadilan

Laporan: Juven Martua Sitompul
Selasa, 24 Desember 2024 | 23:24 WIB
Anggota Komisi III DPR RI Hinca Panjaitan. Istimewa.
Anggota Komisi III DPR RI Hinca Panjaitan. Istimewa.

SinPo.id - Anggota Komisi III DPR RI Hinca Panjaitan menilai vonis 6,5 tahun penjara terhadap Harvey Moeis kabar buruk bagi keadilan di Tanah Air. Vonis itu dinilai tak sebanding dengan kerugian negara mencapai Rp300 triliun yang disebabkan oleh suami aktris Sandra Dewi tersebut.

"Putusan ini adalah kabar buruk bagi keadilan. Bagaimana mungkin kerugian negara sebesar Rp300 triliun hanya dihargai dengan hukuman 6,5 tahun penjara?" kata Hinca kepada SinPo.id, Jakarta, Selasa, 24 Desember 2024.

Legislator dari Fraksi Partai Demokrat itu mengingatkan jika sektor yang menjadi bancakan Harvey adalah sumber daya alam (SDA).

Artinya, kata dia, praktik culas yang dilakukan Harvey merupakan salah satu kejahatan destruktif yang dampaknya tidak hanya menghantam ekonomi tapi juga merusak lingkungan dan melukai rakyat.

"Timah Bangka Belitung, yang seharusnya menjadi berkah bagi daerah, justru menjadi kutukan. Korupsi ini bukan sekadar mencuri uang, ini mencuri masa depan," tegas Hinca.

Wakil Rakyat dari Dapil Sumatra Utara (Sumut) III itu membeberkan dampak buruk dari kasus korupsi yang menjerat Harvey. Antara lain, lingkungan di Bangka Belitung (Babel) yang hancur hingga tambang ilegal merajalela.

"Dan rakyat hidup dengan warisan kerusakan. Lalu, hukuman hanya 6,5 tahun? Hilang sudah akal sehat," kata Hinca.

Hinca juga berpandangan tuntutan jaksa 12 tahun penjara untuk Harvey terlalu ringan. Lebih parahnya, kata dia, majelis hakim justru memvonis Harvey dengan hukuman yang lebih rendah daru tuntutan jaksa.

"Apa ini? Diskon akhir tahun untuk para koruptor?" kata dia.

Atas vonis itu, Hinca menyebut jika kasus korupsi yang menyeret Harvey menunjukkan betapa lemahnya pondasi keadilan di Indonesia. Dia bahkan mempertanyakan keadilan yang didapat untuk publik jika pelaku korupsi skala besar hanya mendapat hukuman ringan.

"Apa pesan yang kita kirimkan kepada masyarakat? Bahwa korupsi adalah kejahatan yang 'aman'? Bahwa mencuri sumber daya negara jauh lebih murah risikonya dibandingkan mencuri motor di jalanan? Ini adalah preseden yang mengerikan," kata Hinca.

Hinca kembali menegaskan bila korupsi pada sektor SDA bukan sekadar kejahatan finansial tapi juga moral. Apalagi, kata dia, timah di Babel adalah simbol luka besar bagi publik, hancurnya lingkungan, tergadainya kekayaan negeri, dan hilangnya harapan rakyat.

Hinca mendesak jaksa untuk segera mengajukan banding atas vonis tersebut. Menurutnya, upaya banding itu bukan hanya soal mengejar hukuman yang lebih berat, melainkan menyelamatkan integritas hukum itu sendiri.

"Kita tidak bisa membiarkan ini berlalu begitu saja. Sebuah negara tanpa keadilan adalah negara tanpa masa depan," kata dia.

Di samping dari itu, Hinca melalui bukunya berjudul #SaveBabel telah merunut bagaimana Babel menjadi korban kerakusan dan kejahatan terstruktur. Praktik buruk itu tidak hanya menghancurkan lingkungan, tapi juga menanamkan mentalitas korupsi di setiap level.

"Jika kasus sebesar ini saja dihukum ringan, apa yang bisa kita harapkan untuk kasus-kasus lain? Ingatlah, timah yang dijarah mungkin bisa kembali, tapi rasa malu, rasa marah, sudah terlalu lama terkubur di lubang tambang," tegas Hinca.

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 6,5 tahun penjara terhadap Harvey. Vonis terhadap tersangka korupsi timah itu hanya separuh dari tuntutan jaksa.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI