Yasonna Laoly Dicecar KPK Soal Data Perlintasan Harun Masiku
SinPo.id - Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly rampung diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi pada hari ini, Rabu 18 Desember 2024.
Anggota DPR RI Fraksi PDIP itu diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pergantian antar-waktu (PAW) anggota DPR 2019-2024 yang menjerat Harun Masiku.
Yasonna mengaku dicecar penyidik KPK mengenai perlintasan Harun Masiku. Dia sempat menyatakan Harun belum kembali ke Indonesia pada 16 Januari 2020.
"Posisi saya sebagai menteri hukum dan HAM mengenai perlintasan Harun Masiku," kata Yasonna kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK.
Padahal, pemberitaan media nasional menyatakan Harun telah kembali ke Indonesia pada 7 Januari 2020 yang dilengkapi dengan rekaman CCTV di Bandara Soekarno-Hatta.
Setelah ramai pemberitaan mengenai kembalinya Harun Masiku ke Indonesia, belakangan Imigrasi meralat informasi dan menyatakan Harun telah kembali ke Indonesia.
"Kapasitas saya sebagai menteri saya menyerahkan tentang perlintasan Harun Masiku," katanya.
Selain itu, Yasonna juga dicecar mengenai surat yang disampaikannya selaku ketua DPP PDIP bidang hukum, HAM, dan perundang-undangan ke Mahkamah Agung (MA)
"(Penyidik) menanyakan sesuai dengan posisi saya sebagai ketua DPP," kata Yasonna.
Yasonna mengaku mengirimkan surat ke MA untuk meminta fatwa mengenai pergantian antarwaktu anggota DPR yang meninggal dunia.
Mengingat kasus suap yang menjerat Harun Masiku bermula dari meninggalnya anggota terpilih Fraksi PDIP di DPR dari Dapil Sumatera Selatan (Sumsel) I Nazaruddin Kiemas yang mendapat 34.276 suara pada Pileg 2019.
Lantaran telah meninggal dunia, suara Nazaruddin Kiemas dialihkan ke Riezky Aprilia yang berada di urutan kedua. Dengan demikian, Riezky mendapat 44.402 suara dan mendapat kursi DPR.
Namun, DPP PDIP memutuskan Harun Masiku yang hanya mendapat suara 5.878 sebagai caleg pengganti terpilih yang menerima pelimpahan suara dari Nazarudin Kiemas.
"Kami minta fatwa, saya tanda tangani permintaan fatwa, karena di situ ada perbedaan tafsir antara KPU dan DPP tentang suara caleg yang meninggal. Kapasitas saya sebagai ketua dpp. Ada surat saya kirim ke Mahkamah Agung, untuk permintaan fatwa. Fatwa tentang Keputusan Mahkamah Agung Nomor 57," katanya.
Menjawab surat Yasonna tersebut, MA menyatakan supaya ada pertimbangan hukum tentang diskresi partai dalam menetapkan calon terpilih.