Jaringan TPPO di Dumai Terima Bayaran Rp 150 Ribu Per Korban
SinPo.id - Kepolisian Resor (Polres) Dumai berhasil menangkap RF alias HS (19), seorang DPO dalam kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) atau penempatan pekerja migran Indonesia secara ilegal. Penangkapan ini merupakan pengembangan dari kasus sebelumnya, di mana polisi telah lebih dulu mengamankan tersangka lain berinisial EG.
Tersangka RF ditangkap pada Sabtu 2 November 2024 di sebuah kos-kosan di Jalan Sidorejo, Kota Dumai. Penangkapan dilakukan tanpa perlawanan setelah polisi memastikan lokasi keberadaan RF berdasarkan informasi masyarakat.
“Kami bergerak cepat setelah mendapat informasi tentang keberadaan RF. Tim langsung memastikan lokasi dan berhasil mengamankan tersangka tanpa hambatan,” ujar Kapolres Dumai, AKBP Dhovan Oktavianton saat dikonfirmasi melalui Kasat Reskrim, AKP Primadona, Selasa (3/12).
Menurut AKP Prima, pengungkapan kasus ini berawal dari laporan masyarakat yang mencurigai adanya aktivitas ilegal di sekitar Kota Dumai. Penyelidikan lebih lanjut mengungkap modus operandi tersangka. RF bertugas menjemput calon pekerja migran dengan kendaraan yang disediakan, lalu mengantar mereka ke lokasi pemberangkatan di Pantai Selinsing.
“Informasi awal kami dapatkan dari masyarakat bahwa ada pekerja migran yang ditampung sementara sebelum diberangkatkan ke Malaysia melalui jalur tidak resmi,” jelas AKP Prima.
Dalam pengakuannya, RF mengaku bekerja atas perintah seseorang berinisial A, yang masih dalam pengejaran (DPO). RF mengaku menerima bayaran sebesar Rp150.000 per orang yang diantarnya, dan telah melakukan aktivitas ini selama tiga bulan terakhir.
“Setiap pekerja dikenai biaya keberangkatan yang sebagian dibayar langsung, sisanya melalui agen. Kami terus mendalami jaringan ini untuk mengungkap semua pelaku yang terlibat,” ungkap Prima.
Selain menangkap RF, Polres Dumai masih memburu beberapa pelaku lain, termasuk A dan B, yang diduga sebagai otak jaringan ini. Kedua buron tersebut bertanggung jawab mengatur titik pemberangkatan dan penjemputan pekerja migran.
“Kami sedang memburu pihak-pihak lain yang terlibat. Para pelaku ini memainkan peran penting dalam mengoordinasikan aktivitas ilegal ini,” tegas Prima.
Praktik ini tidak hanya melanggar hukum tetapi juga membahayakan nyawa para pekerja migran. Mereka diberangkatkan tanpa perlindungan hukum, yang membuat mereka rentan terhadap eksploitasi.
“Selain merugikan negara, praktik ini sangat berisiko bagi pekerja migran. Kami ingin memastikan bahwa keadilan ditegakkan dan tidak ada lagi korban yang jatuh akibat aktivitas ilegal ini,” kata Prima.
Barang bukti yang disita dalam kasus ini meliputi satu unit telepon genggam merek Infinix dan kendaraan operasional yang digunakan tersangka. AKP Prima juga mengapresiasi peran aktif masyarakat dalam membantu pengungkapan kasus ini.
“Dukungan masyarakat sangat penting. Tanpa laporan dari mereka, sulit bagi kami untuk melacak aktivitas seperti ini,” tuturnya.
Kasus ini disangkakan dengan Pasal 81 Jo Pasal 69 atau Pasal 83 Jo Pasal 68 Undang-undang (UU) Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
“RF akan diproses sesuai hukum yang berlaku. Kami akan terus mendalami jaringan ini hingga tuntas untuk memastikan praktik ini tidak terulang lagi