BKSAP: Diplomasi Jalur Kedua untuk Mengimbangi Pemerintahan Prabowo
SinPo.id - Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI Mardani Ali Sera menyebut pihaknya sebagai aktor diplomasi jalur kedua (second track diplomacy). BKSAP berupaya mengimbangi pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto yang menaruh fokus besar terhadap isu internasional.
"Kami harus mengimbangi Pak Prabowo, ini personal analisis. Dulu, Pak Jokowi (Joko Widodo) concentrate on domestic issues, Pak Prabowo since the first day concentrate on international issues, bahkan kayak gigi lima, berapa negara didatangi (setelah dilantik)," kata Mardani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 28 November 2024.
Menurut dia, peran diplomasi Parlemen perlu beriringan dengan upaya-upaya kerja sama internasional yang dijalin oleh pemerintah.
"Kami karena second track perlu catch up perlu dekatan, jangan sampai yang sini (pemerintah) gigi lima, kita (BKSAP) gigi (satu), itu repot karena setiap kerja sama dan kesepakatan internasional perlu ada payung legislasinya, perlu ada dukungan support dari parlemennya," ujarnya.
Dia lantas menuturkan bahwa Rencana Strategis (Renstra) BKSAP DPR RI periode 2024-2029 fokus pada diplomasi antarparlemen yang berdaya, berdampak, dan berpengaruh.
"Renstra BKSAP lima tahun ke depan ada tiga kata kuncinya: berdaya, berdampak, dan berpengaruh," ucapnya.
Adapun saat ini, kata dia, pihaknya baru saja melangsungkan rapat pimpinan untuk membahas soal peluncuran Grup Kerja Sama Bilateral (GKSB) BKSAP DPR RI periode 2024-2029.
"Kami baru saja membahas tentang launching GKSB untuk periode ini dengan mempertimbangkan keamanan dan perdamaian sebagai bagian langkah BKSAP sebagai second track diplomacy," kata dia.
Sementara itu, Wakil Ketua BKSAP DPR RI Ravindra Airlangga mengatakan bahwa diplomasi Parlemen memiliki peran yang penting. Sebab, diperlukan pula payung legislasi atas jalinan kerja sama internasional.
Selain itu, dia menyatakan sejumlah isu yang dihadapi Indonesia juga bersifat transnasional.
Misalnya, persoalan pengungsi (refugees) Rohingya di Indonesia yang dapat berdampak ke kawasan apabila tidak ditangani dengan baik.
"Isu refugees tidak bisa ditangani oleh satu negara apalagi dengan adanya krisis Myanmar banyak sakali sekarang pengungsi itu datang ke daerah dekat Aceh, dan kita Indonesia sebagai negara belum signed itu convention on refugee," kata Ravindra pada kesempatan yang sama.
Dia menyebut sejumlah isu lain yang dihadapi Indonesia dan membutuhkan kerja sama internasional adalah isu iklim, di mana Indonesia menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca hingga 30 persen secara mandiri.
"Kedua, perlu ada mekanisme pendanaan iklim yang lebih beragam, seperti karbon kredit. Jadi kemarin kami ada beberapa agenda ke depannya, termasuk di UN (United Nations/PBB), termasuk terkait dengan isu-isu Palestina," kata dia.