Menkes: Indonesia Kekurangan Dokter Onkologi yang Tangani Kanker

Laporan: Tio Pirnando
Minggu, 24 November 2024 | 14:49 WIB
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin. (SinPo.id/dok. Kemenkes)
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin. (SinPo.id/dok. Kemenkes)

SinPo.id - Menteri Kesehatan (Menkes) RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan, Indonesia masih kekurangan dokter bidang onkologi atau yang menangani kanker. Hal ini yang menyebabkan penanganan kanker terutama pada anak dan dewasa, belum optimal.

"Persoalan terbesar dalam penanganan kanker di Indonesia adalah dokternya, kita tidak punya dokter onkologi yang cukup," kata Budi dalam keterangannya, Minggu, 24 November 2024. 

Menurut Budi, kekurangan dokter onkologi, membuat alat kesehatan sudah didistribusikan ke rumah sakit, tidak dioperasikan dengan optimal. Sebab dokter onkologi kurang.

Untuk mengatasi kekurangan dokter onkologi, pemerintah mengambil langkah berani dengan meluncurkan program fellowship dan mengembalikan kolegium kepada Kemenkes. Harapannya, agar dapat meningkatkan jumlah dokter yang mampu menangani kanker. Sehingga lebih banyak pasien yang diselamatkan dari bahaya kanker, lantaran penyakitnya ditangani lebih cepat.

"Karena kita mau mempercepat program fellowship, sehingga dokter spesialis penyakit dalam bisa melakukan kemoterapi," kata Budi.

Selain itu, lanjut Budi, pemerintah juga telah menjalin kerja sama dengan Tiongkok, India, Jepang, dan Korea untuk mengirimkan 100 dokter setiap tahunnya. Seratus dokter ini akan mengikuti program fellowship dalam bidang seperti kardiologi intervensional. Durasi pelatihan berkisar antara 6 hingga 24 bulan. Hal itu dikarenakan terbatasnya kapasitas pendidikan di dalam negeri untuk program fellowship.

Untuk menyukseskan program ini, Budi mengingatkan pentingnya dukungan dari berbagai pihak, terutama dari kolegium. Tanpa dukungan kolegium, program peningkatan jumlah dokter spesialis yang berkualitas untuk kemoterapi dan intervensi medis akan sulit diwujudkan.

"Bagi sebagian kelompok, upaya ini tidak populer, tapi kita harus ingat 234 ribu orang meninggal setiap tahunnya," tukas Budi. 

Sebagai informasi, berdasarkan laporan Global Burden of Cancer Study (Globocan) dari World Health Organization (WHO) pada 2020 ada 396.914 kasus kanker di Indonesia. 

Dari angka itu, kanker payudara berada diurutan tertinggi dalam kasus kanker, yakni 16,6 persen dengan total sebanyak 65.858 kasus.

Peringkat kedua, ada kanker serviks dengan persentase 9,2 persen dari total kasus kanker di Indonesia atau 36.633 kasus. Di peringkat ketiga adalah kanker paru-paru dengan persentase 8,8 persen atau sebanyak 34.189 kasus.

Kemudian, kanker kolorektal 8,6 persen atau sebanyak 34.189 kasus, serta kanker hati sebanyak 21.392 kasus atau 5,4 persen dari total kasus kanker di Indonesia. Dari jumlah tersebut, sisanya terdapat kanker lainnya sebanyak 204.059 kasus atau sebanyak 51,4 persen dari total kasus kanker di Indonesia. 

BERITALAINNYA
BERITATERKINI