Kejar Pertumbuhan Ekonomi, Bappenas Dorong Peningkatan PDB Manufaktur dan Maritim
SinPo.id - Deputi Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti mengungkapkan, pemerintah tengah mendorong agar pendapatan per kapita masyarakat setara dengan negara maju, demi menuju Indonesia Emas 2045. Cara yang dilakukan, didasarkan pada penciptaan nilai tambah bagi perekonomian.
"Ada prasyarat kunci yang kita dorong, bahwa pertumbuhan ekonomi tinggi ke depan itu harus didasarkan pada penciptaan nilai tambah bagi perekonomian kita. Dan ini dicerminkan oleh kondisi PDB (Produk Domestik Bruto) manufaktur yang meningkat. Artinya industrialisasi harus jalan," kata Amalia dalam diskusi Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 2025 di Jakarta, Kamis, 21 November 2024.
Menurut Amalia, dorongan kontribusi PDB PDB Maritim dan Manufaktur ditargetkan meningkat, bahkan dua kali lipat. Di 2025, PDB Maritim diperkirakan 8,1 persen dengan target 15 persen pada 2045, kemudian Manufaktur dari 20,8 persen ditargetkan mencapai 28,0 persen.
Amalia menegaskan, penting mendorong PDB Maritim, karena Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki lautan luas dan mempunyai Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), harus dimanfaatkan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
"Catatannya, penciptaan nilai tambah atau value added creation yang harus didorong. Bukan hanya sekedar menjual bahan mentah dari laut misalnya, tetapi bagaimana caranya kekayaan laut yang kita miliki kita bisa menghasilkan produk dengan nilai tambahnya lebih besar. Sehingga kita bisa menciptakan lapangan pekerjaan, menciptakan multiplier effect (efek berganda), dan akhirnya memberikan pertumbuhan ekonomi lebih inklusif dalam ekonomi kita," papar Amalia.
Menurut Amalia, salah satu program besar untuk mendorong PDB Maritim adalah ekonomi biru yang telah menjadi bagian dari program prioritas Asta Cita dari Presiden Prabowo Subianto. Terdapat tiga pilar yang menjadi kunci ekonomi biru, yaitu marine protection untuk menjaga kesehatan dan kelestarian laut, lalu menciptakan nilai tambah, dan mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat.
Ia mencontohkan, Indonesia telah menjadi produsen kedua terbesar komoditas rumput laut (seaweed) di dunia, setelah China. Dimana, Indonesia eksportir seaweed sebesar 20 persen, dan China 60 persen. Jadi Indonesia dan China memiliki kontribusi 80 persen dalam produksi rumput laut global.
Namun, jika dibedah, seaweed yang diekspor Indonesia adalah bahan mentah rumput laut (row seaweed). Padahal, jika diolah menjadi produk turunan, nilainya sangat luar biasa.
"Ternyata, seaweed tidak hanya sekedar untuk menjadi kerupuk rumput laut, tetapi ternyata seaweed juga bisa menjadi bahan bioplastik. Investor dari Australia sudah mau masuk ke Indonesia untuk ini. Seaweed juga bisa menjadi nutritious food, seaweed juga bisa menjadi bahan-bahan kosmetik lainnya yang nilai tambahnya luar biasa," ujar dia.
Contoh lainnya, ada sebuah perusahaan Indonesia yang mampu memproduksi susu dari ikan dengan nilai protein setara dengan susu pada umumnya, dan dapat diminum oleh seseorang yang alergi terhadap laktosa.
Perusahaan itu dapat pula menghasilkan kolagen dari teripang yang dilakukan dengan mengkonsolidasikan para nelayan teripang.
Saat dicari tahu lebih lanjut, ucap Amalia, ternyata teripang itu dihasilkan dari kolagen yang diincar oleh perusahaan-perusahaan farmasi dan kosmetik global. Bahkan, sudah ada beberapa perusahaan kosmetik global yang mengakuisisi perusahaan kolagen dari teripang.
"Artinya, potensi luar biasa kita yang miliki ini menjadi modal besar untuk Indonesia tumbuh cepat dalam waktu yang tidak terlalu lama," tukasnya.