KPK Usut Pembelian Pabrik Air Minum Kemasan oleh Tersangka Korupsi APD
SinPo.id - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut pembelian pabrik air minum kemasan oleh tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) covid-19, Satrio Wibowo.
Pembelian aset oleh Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (EKI) itu didalami penyidik lewat saksi Agus Subarkah (wiraswasta). KPK menduga pembelian aset itu berkaitan dengan perkara yang menjerat Satrio.
"Saksi hadir dan didalami terkait dengan dugaan pembelian aset pabrik air minum dalam kemasan yang terletak di wilayah Bogor oleh tersangka SW (Satrio Wibowo)," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika dalam keterangannya, Selasa 19 November 2024.
Pabrik tersebut dibeli oleh Satrio Wibowo senilai Rp60 miliar pada 2020. Namun, Satrio baru membayarnya sejumlah Rp15 miliar yang sumber uangnya dari hasil korupsi.
“Tapi baru dibayarkan Rp15 miliar yang sumber uangnya diduga berasal dari tindak pidana korupsi pengadaan APD,” tegas juru bicara berlatar belakang penyidik itu.
Untuk diketahui, KPK telah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) saat pandemi COVID-19.
Mereka adalah Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri (PPM), Ahmad Taufik; Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Budi Sylvana; dan Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia, Satrio Wibowo.
Ketiganya diduga membuat negara merugi hingga Rp319 miliar berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Anggaran pengadaan ini berasal dari Dana Siap Pakai Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun 2020.
KPK menduga telah terjadi pelanggaran prosedur pembelian. Di antaranya, pendistribusian oleh TNI atas perintah Kepala BNPB saat itu mengambil APD dari produsen milik PT PPM di Kawasan Berikat dan langsung mengirimkannya ke 10 provinsi tanpa dilengkapi dokumentasi, bukti pendukung dan surat pemesanan.
Kemudian ada negosiasi ulang yang dilakukan oleh Harmensyah selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) BNPB supaya harga APD diturunkan sebesar 10 dolar Amerika Serikat atau dari 60 dolar menjadi 50 dolar. Proses ini disebut KPK tidak mengacu pada harga APD merek sama yang dibeli oleh Kemenkes sebelumnya, yakni sebesar Rp370 ribu.
Berikutnya terjadi backdate untuk menunjuk Budi sebagai PPK untuk pengadaan APD di Kemenkes pada 28 Maret 2020. Sedangkan surat dikeluarkan sehari sebelumnya.
Lalu, ada juga Surat Pesanan APD dari Kemenkes kepada PT PPM sejumlah 5 juta set dengan harga satuan 48,4 dolar Amerika Serikat yang ditandatangani oleh Budi, Ahmad Taufik dan Satrio. Hanya saja, tidak terdapat spesifikasi pekerjaan, waktu pelaksanaan pekerjaan, pembayaran serta hak dan kewajiban para pihak secara terperinci.
Selain itu, Surat Pemesanan tersebut ditujukan kepada PT PPM, tetapi PT EKI turut menandatangani. Akibat perbuatannya, para tersangka disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).