PILKADA SERENTAK

Pakar Hukum: Tragedi Sampang Alarm Bagi Demokrasi Elektoral

Laporan: Tim Redaksi
Senin, 18 November 2024 | 21:43 WIB
Ilustrasi Pilkada Serentak (SinPo.id/ RRI)
Ilustrasi Pilkada Serentak (SinPo.id/ RRI)

SinPo.id - Ketua Program Studi Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Gugun El Guyanie berpandangan, pengeroyokan terhadap salah satu pendukung calon Bupati Sampang di Madura menjadi alarm bagi demokrasi elektoral.

Menurut Gugun, demokrasi butuh infrastruktur yang bernama budaya. Kalau budaya politik kontestasi belum matang, maka demokrasi elektoral bisa menjadi bumerang, seperti di Sampang ini. 

"Budaya politik dan demokrasi tidak pernah diurus negara. Rakyat hanya dirampok suaranya setiap lima tahun sekali untuk kepentingan kekuasaan," tegas Gugun dalam keterangannya, Senin, 18 November 2024.

Gugun menyoroti negara dan partai politik yang tidak pernah menanam akar demokrasi yang sesuai dengan nilai-nilai budaya kita. 

"Kita semua sibuk ngurus demokrasi prosedural, ngurus kotak suara, ngurus pencoblosan, ngurus TPS, tapi lupa nilai-nilai filosofi dan budaya demokrasi yang adiluhung sudah disingkirkan," ujarnya. 

Apa yang terjadi, sambung Gugun, resiko mahal dari pemilihan kepala daerah langsung, di tengah tidak matangnya infrastruktur budaya politik. 

"Kelihatannya demokratis, ada kompetisi, ada kontestasi, tapi di dalamnya penuh transaksi kotor, jual beli suara, intimidasi dan kekerasan, bahkan menggadaikan daulat rakyat untuk oligarki dan dinasti lokal," kata dia. 

Gugun berharap semoga tidak ada tragedi Sampang di tempat lain. Menurutnya, Sampang merupakan cerminan dan bagian dari seluruh Indonesia.

"Marilah kita semua bergandengan tangan, partai politik, negara dan rakyat, merefleksikan tragedi Sampang agar demokrasi kita tidak hanya hingar bingar seperti pasar, tapi kehilangan filosofi dan nilai-nilai budaya dan kemanusiaan," tukasnya.