NETRALITAS POLRI

Patuhi MK, Polri: Anggota Tak Netral Pilkada Dipidana dan Sanksi Etik

Laporan: Firdausi
Senin, 18 November 2024 | 17:28 WIB
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko (SinPo.id/ Firdausi)
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko (SinPo.id/ Firdausi)

SinPo.id - Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko memastikan pihaknya akan menindak tegas anggota yang terlibat politik praktis. 

Langkah tegas dilakukan untuk merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 136/PUU-XXII/2024 yang mengatur pidana bagi aparat TNI-Polri dan pejabat daerah yang tidak netral dalam pilkada.

"Artinya jika ditemukan anggota Polri tidak netral maka selain bisa dipidana, juga dapat diberi sanksi kode etik Polri," kata Trunoyudo kepada wartawan, Senin, 18 November 2024.

Jenderal bintang satu itu menegaskan, pihaknya tidak main-main dalam mematuhi aturan yang berlaku. Hal ini dalam rangka mewujudkan demokrasi dan memelihara kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang kondusif.

"Netralitas aparat dilakukan agar dapat memberikan pengamanan dan memastikan pemilu dan Pilkada serentak 2024-2025 berjalan aman, damai, dan bermartabat," ungkapnya.

Trunoyudo juga menjelaskan, netralitas Polri telah diatur dalam Pasal 28 ayat 1 dan 2 UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Polri yang berisi anggota tidak boleh menggunakan hak memilih dan dipilih.

"Tujuannya untuk bertindak netral dan tidak memihak salah satu calon dalam pemilu, pilpres maupun pilkada," jelasnya.

Diketahui, MK sendiri lewat putusan perkara uji materi Nomor 136/2024 sudah mengubah norma Pasal 188 UU Pilkada dengan menambahkan frasa pejabat daerah dan anggota TNI/Polri yang tidak netral di Pilkada 2024 bisa dipidana.

"Setiap pejabat negara, pejabat daerah, pejabat Aparatur Sipil Negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6  bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600 ribu atau paling banyak Rp6 juta," bunyi putusan tersebut.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI