Pegiat Pemilu Nilai Pengawasan Partisipatif di Pilkada 2024 Harus Diperkuat
SinPo.id - Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute (TII), Arfianto Purbolaksono menegaskan, pengawasan partisipatif dalam Pilkada 2024 harus diperkuat, meskipun Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah mengeluarkan kebijakan menunda distribusi bantuan sosial (bansos) untuk menghindari penyalahgunaan dalam masa kampanye.
Menurut Arfianto, pengawasan partisipatif merupakan salah satu pilar utama untuk memastikan integritas dalam pemilu.
"Pengawasan partisipatif adalah instrumen yang krusial untuk menjaga agar proses demokrasi berjalan dengan transparansi dan akuntabilitas. Keikutsertaan masyarakat dalam pengawasan adalah kunci," ujar Arfianto dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, 15 November 2024.
Dia mengatakan, kendati kebijakan penundaan bansos oleh Kemendagri diharapkan dapat mengurangi potensi penyalahgunaan bantuan oleh calon tertentu, namun pengawasan terhadap jalannya Pilkada 2024 tidak boleh terhambat.
Arfianto mengapresiasi kebijakan tersebut, namun dirinya mengingatkan agar pengawasan tetap intensif hingga hari pemungutan suara pada 27 November mendatang.
Pihaknya, kata dia, juga menyoroti adanya tantangan besar dalam pengawasan partisipatif yang perlu mendapat perhatian serius. Adapun hasil kajian akhir tahun yang dilakukan oleh TII dalam topik 'Pengawasan Partisipatif di Pemilu 2024' mengungkapkan adanya ketimpangan pemahaman terkait pengawasan di tingkat daerah, serta keterbatasan sumber daya baik dalam hal anggaran maupun tenaga kerja.
"Perbedaan pemahaman antar Bawaslu Daerah tentang pengawasan partisipatif menjadi masalah. Di samping itu, kurangnya anggaran dan personel yang memadai membuat pelaksanaan pengawasan terkendala," ungkap dia.
Selain itu, dia menyebut pihaknya juga mencatat ada kecenderungan beberapa pengawas ad hoc yang kurang proaktif dalam menjalankan tugasnya. Hal ini, jata Arfianto, dapat menurunkan efektivitas pengawasan dalam memastikan pemilu yang adil dan transparan.
Lebih lanjut, dia mengungkapkan, TII memberikan sejumlah rekomendasi untuk meningkatkan kualitas pengawasan partisipatif ke depannya. Salah satunya adalah revisi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang harus mencakup penguatan pengawasan partisipatif secara lebih jelas.
Selain itu, lanjut dia, Bawaslu perlu mengadakan pelatihan intensif untuk memastikan adanya keseragaman pemahaman di seluruh tingkatan, baik provinsi maupun kabupaten/kota.
Arfianto juga menekankan pentingnya peningkatan sumber daya, baik finansial maupun SDM, guna mendukung pengawasan di daerah-daerah dengan keterbatasan anggaran. Tak kalah pentingnya, menurut Afrianto, ialah mendorong sikap proaktif masyarakat dengan memberikan insentif non-finansial serta meningkatkan koordinasi antara Bawaslu pusat dan daerah dengan organisasi masyarakat sipil.
"Penguatan pengawasan partisipatif sangat penting untuk menciptakan Pilkada yang lebih transparan, akuntabel, dan berintegritas. Masyarakat harus dilibatkan lebih banyak dalam proses ini untuk memastikan bahwa pelanggaran dapat segera ditindaklanjuti," tandasnya.