MK: Pejabat Daerah, TNI dan Polri Bisa Dipidana Jika Langgar Netralitas Pilkada
SinPo.id - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan perkara Nomor 136/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Syukur Destieli Gulo dengan menambahkan pejabat daerah, anggota TNI dan Polri sebagai subjek hukum baru.
Dengan begitu, pejabat daerah, anggora TNI dan Polri dapat dijerat hukuman pidana apabila melakukan cawe-cawe atau melanggar netralitas dalam pemilihan kepala daerah atau pilkada.
“Mengadili: dalam pokok permohonan: mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan dikutip Jumat, 15 November 2024.
MK menilai norma Pasal 188 UU 1/2015 telah melanggar prinsip negara hukum dan jaminan terhadap hak kepastian hukum yang adil sehingga bertentangan dengan norma Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 sebagaimana yang didalilkan oleh pemohon.
Oleh karena itu, MK menyatakan ketentuan norma Pasal 188 UU 1/2015 tentang Penetapan Perppu 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi UU bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘setiap pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, Anggota TNI/Polri, dan kepala desa atau sebutan lain atau lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu bulan atau paling lama enam bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 atau paling banyak Rp6.000.000,00’.
“Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya,” ucap Suhartoyo.
MK memandang penting untuk menambahkan frasa ‘pejabat daerah’ dan frasa ‘anggota TNI-Polri’ dalam Pasal 188 UU 1/2015 agar sesuai dengan prinsip negara hukum dan menciptakan kepastian hukum yang adil sebagaimana norma Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
“Dalam perspektif paham konstitusi atau konstitusionalisme, aturan main yang ditetapkan harus memberikan jaminan atas kepastian hukum yang adil, jaminan mana merupakan salah satu hak dasar harus diberikan oleh negara kepada rakyatnya,” ucap hakim konstitusi Arief Hidayat.