Industri hasil tembakau

Kenaikan Harga Rokok Ancam PHK Pekerja Perempuan

Laporan: Sinpo
Rabu, 13 November 2024 | 19:35 WIB
Ilustrasi pekerja perempuan (SinPo.id/pixabay.com)
Ilustrasi pekerja perempuan (SinPo.id/pixabay.com)

SinPo.id -  Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) khawatir rencana pemerintah hendak menyesuaian tarif melalui Harga Jual Eceran (HJE) rokok akan berdampak bagi pekerja di industri hasil tembakau (IHT) nasional. Meski GAPRI mengapresiasi keputusan pemerintah yang tak menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun 2025.

“Kenaikan HJE yang signifikan akan mengancam mata pencaharian pekerja perempuan di industri kretek sehingga berdampak pada perekonomian negara,” ujar Ketua Umum GAPPRI, Henry Najoan, dalam pernyataan  resmi, Rabu 13 November 2024.

Henry menilai pekerja perempuan yang berlatar pendidikan rendah di industri kretek selama ini menggantungkan hidupnya sebagai pekerja di industri kretek. Sedangkan kenaikan HJE khususnya jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT) berpotensi memicu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal, terutama bagi pekerja perempuan yang mendominasi di industri kretek nasional ini.

Henry mengatakan, pada tahun 2025 selain kenaikan UMK  juga ada kebijakan menaikkan tarif HJE dan tarif PPN 12 persen.

“Jika  ketiga komponen itu digabung, maka harga rokok SKT dipastikan lebih tinggi dibanding rokok ilegal,” ujar Henry menjelaskan.

Menurut Henry saat ini harga per bungkus SKT di lapangan, isi 12 batang berkisar Rp12 ribu hingga Rp14 ribu. Dengan kenaikan tiga komponen di atas, harga SKT akan semakin tinggi, berkisar Rp15 ribu hingga Rp 17 ribu per bungkus isi 12 batang. 

"Sementara, rokok ilegal jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM) isi 20 batang, harga jual berkisar Rp10 ribu sampai Rp12 ribu," ujar Henry menambahkan.

GAPRI mengkhawatirkan kenaikan HJE mendatang akan menciptakan pengangguran baru dan merugikan negara karena berkurangnya penerimaan negara dari cukai hasil tembakau, serta semakin sulitnya memberantas peredaran rokok ilegal.

"Kami khawatir jika kenaikan HJE akan menyebabkan kontraksi industri yang signifikan. Hal ini akan berdampak negatif bagi perekonomian nasional dan kesejahteraan masyarakat," katanya.

GAPPRI menghimbau pemerintah mempertimbangkan secara bijak dampak sosial dan ekonomi yang lebih luas sebelum mengambil keputusan terkait kenaikan HJE.  Selain itu mengusulkan agar pemerintah memberikan insentif bagi industri SKT yang melakukan upaya peningkatan kualitas produk dan efisiensi produksi.

“Pemerintah juga perlu memperkuat penegakan hukum secara extra ordinary terhadap peredaran rokok ilegal yang kian massif," kata Henry menegaskan.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI