KEMENANGAN DONALD TRUMP

Ekonom: Kemenangan Trump, Sinyal Buruk Bagi Ekonomi Indonesia

Laporan: Tio Pirnando
Kamis, 07 November 2024 | 15:42 WIB
Presiden AS Donald Trump (SinPo.id/ Reuters)
Presiden AS Donald Trump (SinPo.id/ Reuters)

SinPo.id - Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, kemenangan Donald Trump pada Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika Serikat 2024, merupakan sinyal buruk bagi perekonomian Indonesia. Karena, kemenangan Trump, slaha satunya berpotensi membuat nilai tukar rupiah terus mengalami tekanan. 

"Artinya kemenangan Trump ini sinyal yang buruk bagi ekonomi Indonesia," kata Bhima saat dihubungi SinPo.id, Kamis, 7 November 2024. 

Bhima memproyeksikan, tren volume nilai tukar rupiah, bahkan bisa tertekan berada di atas Rp16 ribu per dollar. Hal ini terlihat pada investor asing yang cenderung menarik dana dari pasar-pasar di negara berkembang, termasuk Indonesia, yang angkanya mencapai Rp1,5 triliun. 

"Artinya ada proyeksi rupiah bisa berada di atas Rp16 ribu dalam waktu yang singkat. Karena Trump effect juga membuat investor menarik dana dari pasar negara berkembang. Kita lihat misalnya pada tanggal 6 November 2024 Net Sales atau penjualan bersih saham oleh investor asing itu tembus Rp1,5 triliun," tuturnya. 

Menurut Bhima, ini mengindikasikan bahwa   investor sangat banyak keluar dari pasar saham, dan mencari instrumen yang dianggap lebih aman, salah satunya adalah dolar Amerika. Kemudian, Emas batangan juga mengalami kenaikan harga yang cukup signifikan.

Untuk itu, lanjut Bhima, Trump effect ini harus menjadi perhatian utama Indonesia. Karena kebijakan proteksionismenya yang berpotensi dilanjutkan Trump, membuat eskalasi perang dagang AS- China. Dampaknya, tarif diberbagai jenis barang akan meningkat, dengan demikian harga komoditas dan permintaan komoditas asal Indonesia ke pasar China dan Amerika, prospeknya akan  mengalami pelemahan dalam jangka menegah.

"Paling nggak, selama Trump menjabat akan terjadi pelemahan permintaan dari berbagai jenis komoditas dan juga produk industri dari Indonesia terutama ke pasar dua negara ini, China dan Amerika," tuturnya. 

Lebih lanjut, Bhima mengingatkan, periode pertama Trump 2017-2021 lalu, Indonesia hampir tidak mendapatkan manfaat dari relokasi industri akibat perang dagang AS-China. Negara-negara Asia Tenggara lainnya, seperti Vietnam, Malaysia, Thailand dan Kamboja, justru yang mendapatkan keuntungan beserta dari relokasi industri tersebut. Nahasnya, Indonesia tidak mendapat satu pun relokasi industri. 

Menurut Bhima, pasar AS bagi Indonesia tidak dapat dipandang sebelah mata. Kendati saat ini China menjadi tujuan ekspor utama produk-produk Indonesia, tapi AS masih menjadi mitra perdagangan tradisional yang porsinya cukup besar. 

Di sisi lain kebijakan ekstrem Trump  diprediksi akan mengganggu kelanjutan program Inflation Reduction Act (IRA) yang juga menambah kekhawatiran. Khususnya, ada potensi penurunan permintaan terhadap nikel olahan dari Indonesia, yang dapat mengganggu prospek hilirisasi industri Indonesia di masa depan.

"Amerika punya peran kunci yang cukup penting. Jadi kita harus menyikapi ini secara hati-hati. Karena kalau kebijakan ekstrim Donal Trump, termasuk soal EV (electric vehicle) yang tidak akan melanjutkan Inflation Reduction Act (IRA) nya Joe Biden. Kiranya tidak dilanjutkan, maka ada kekhawatiran permintaan nikel olahan dari Indonesia juga akan anjlok. Saya kira ini akan menganggu prospek hilirasi Indonesia ke depan," tukas Bhima.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI