Antisipasi Perang Dagang AS-China, Ekonom: Indonesia Perlu Perluas Pasar Ekspor
SinPo.id - Pengamat ekonomi dari Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Abdul Muttalib Hamid menilai, terpilihnya kembali Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS), merupakan momentum Indonesia untuk memperluas pasar ekspor, dan mengurangi ketergantungan pada China. Karena, dikhawatirkan Trump akan kembali menghidupkan kebijakan kerasnya, yang membuat terjadi perang dagang AS-China.
"Indonesia perlu mulai melihat peluang baru di negara-negara lain, baik di Asia Selatan, Afrika, atau Amerika Latin, yang mungkin membutuhkan komoditas kita. Ada peluang untuk memperkuat hubungan dagang dengan negara-negara yang menjadi sekutu AS," kata Muttalib dalam keterangannya, Kamis, 7 November 2024.
Muttalib menjelaskan, apabila Trump nanti melanjutkan pendekatan proteksionis terhadap China, Indonesia harus siap menghadapi berbagai dampaknya, terutama pada sektor ekspor komoditas.
Ia menilai, ketergantungan Indonesia pada China sebagai pasar ekspor utama untuk komoditas seperti nikel, minyak sawit, dan batu bara, menjadikan perang dagang antara AS dan China sebagai ancaman bagi perekonomian Indonesia. Dan ketidakpastian yang muncul dari kebijakan dagang Trump dapat melemahkan perekonomian China, sehingga permintaannya terhadap komoditas Indonesia bisa menurun.
Muttalib memprediksi, nikel kemungkinan menjadi salah satu komoditas yang rentan terdampak. Terlebih, China adalah konsumen terbesar nikel Indonesia, terutama untuk industri baterai kendaraan listrik.
"Jika ekonomi mereka melemah akibat tekanan dari AS, tentu saja permintaan nikel dari Indonesia bisa mengalami penurunan, yang pada akhirnya akan berdampak pada harga dan ekspor kita," ungkapnya.
Selain itu, produk pertanian seperti minyak sawit juga tidak luput dari potensi dampak negatif. Dimana, China memiliki daya beli besar, dan jika daya beli itu menurun, otomatis ekspor Indonesia, terutama di sektor pertanian dan hasil bumi lainnya, akan terpengaruh.
"Ini akan berdampak pada petani dan pendapatan negara secara keseluruhan," kata Muttalib.
Untuk itu, Muttalib menyarankan pemerintah Indonesia untuk mempertimbangkan peningkatan kerja sama ekonomi dengan AS dan negara-negara sekutu lainnya.
"Jika AS mengalihkan rantai pasoknya dari China, ini bisa menjadi celah bagi Indonesia untuk masuk dan menawarkan produknya, terutama di sektor manufaktur yang dapat menggantikan peran China," ujarnya.
Tak hanya sektor perdagangan, kemenangan Trump juga diprediksi akan menciptakan volatilitas di pasar keuangan. Menurut Muttalib, langkah proteksionis Trump bisa menimbulkan ketidakpastian bagi investor global, yang akhirnya berdampak pada nilai tukar rupiah dan kondisi pasar modal.
"Kita harus waspada terhadap potensi gejolak di pasar finansial. Bank Indonesia dan otoritas terkait perlu bersiap-siap menghadapi volatilitas yang mungkin timbul," kata Muttalib.
Ia menekankan pentingnya stabilitas ekonomi dalam negeri di tengah ketidakpastian ini. "Pemerintah harus menjaga stabilitas ekonomi dan daya tahan pasar kita agar tidak mudah terpengaruh oleh dampak global," tutupnya.