Ombudsman Temukan Pelanggaran dalam Pembangunan Pabrik Tisu Gunung Sindur

Laporan: Bayu Primanda
Kamis, 07 November 2024 | 09:16 WIB
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika saat berkoordinasi dengan warga terkait pelanggaran pembangunan pabrik tisu di Gunung Sindur (Sinpo.id/Ombudsman RI)
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika saat berkoordinasi dengan warga terkait pelanggaran pembangunan pabrik tisu di Gunung Sindur (Sinpo.id/Ombudsman RI)

SinPo.id -  Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukan sejumlah pelanggaran dalam proyek pembangunan gudang atau pabrik tisu yang diduga dibangun oleh PT Sinergi Berkah Berkarya (SBB) saat meninjau langsung pabrik tersebut pada Rabu, 6 November 2024.

Peninjauan itu dilakukan setelah Ombudsman menerima aduan dari Forum Diskusi Warga Cendikia dan Cluster Madani, dimana pabrik tisu tersebut berlokasi di tengah perumahan kompleks Griya Cendikia, Curug, Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat.

Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika selaku tim yang hadir di lokasi tak memungkiri, pembangunan pabrik itu merugikan warga sekitar.

"Kami tadi sudah mengecek kondisi di lapangan banyak pelanggaran bangunan yang merugikan warga disini, seperti ada kerusakan rumah, jarak yang terlalu dekat dengan rumah warga, kenyaman warga tidak terpenuhi dan lain-lain," ujar Yeka Hendra Fatika dikutip dari siaran pers yang diterima Sinpo.id, Kamis, 7 November 2024.

Ombudsman RI akan mendalami apakah terdapat pelanggaran maladministrasi dari seluruh perizinan pembangunan pabrik tersebut. Menurutnya, jika memang terdapat pelanggaran, maka semestinya perizinan pembangunan pabrik itu harus dicabut.

"Dokumen dari warga sudah kami terima, kalau seandainya dokumen ini benar, maka jelas pembangunan pabrik ini menyalahi wilayah pemukiman yang sudah disepakati di Kabupaten Bogor," ucap Yeka.

Yeka menegaskan, pihak PT SBB selaku pengelola pembangunan pabrik harus menaati peraturan Undang-Undang. Ia memastikan, tidak segan memanggil pihak pabrik dan pejabat setempat untuk mendalami dugaan polemik itu.

"Sehingga konsekuensinya perizinan harus dicabut dan pembangunan harus dihentikan. Namun untuk membuktikan itu semua dalam waktu dekat, Ombudsman akan segera memanggil pihak-pihak
terkait seperti Bupati, warga Cendekia dan Madani dan perusahaan pemilik pabrik untuk mendengarkan penjelasan semua pihak," tegas Yeka.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Ombudsman Jakarta Raya, Dedy Irsan mengamini, telah meninjau langsung lokasi pembangunan pabrik yang berdampingan dengan perumahan warga. Ia memastikan, akan menindaklanjuti aduan tersebut.

"Kami dari Ombusmand DKI Raya sudah bersama-sama tadi melakukan pengecekan langsung ke lapangan, ya, pelaporan ini akan segera ditindak lanjuti lewat semua dokumen yang masuk dan mencocokan dengan data yang ada. Jika ditemukan ada kesalahan, jelas kami akan memanggil pihak terkait semuanya," cetus Dedy.

Sebagai informasi, sebelumnya penolakan pembangunan pabrik yang berlokasi di perumahan Griya Cendikia itu juga sempat viral, setelah warga melakukan penplakan dengan memasang spanduk di area perumahan. Namun, pihak pabrik yang mendapat pengamanan dari preman setempat mencoba mencopot baliho penolakan warga.

Aksi premanisme itu terjadi pada Minggu, 13 Oktober 2024. Saat itu, seorang pria yang diduga bernama Usman Batak mengacungkan golok ke warga yang menolak pembangunan pabrik.

Ketua Presidium Forum Diskusi Warga Cendekia dan Madani, Windu Negara merasa bersyukur setelah pemukimannya mendapat dukungan yang ditinjau langsung dari Ombudsman RI. Menurutnya, kehadiran pihak Ombudsman RI merupakan keberpihakan pemerintah pusat terhadap warga perumahan Griya Cendekia dan Madani.

"Kehadiran Bapak Yeka Hendra Fatika selaku Anggota Komisioner Ombusdman RI dan Bapak Dedy Irsan, S.H selaku Kepala Perwakilan Ombusdman Jakarta Raya menunjukkan keberpihakan pemerintah pusat terhadap kami warga Griya Cendekia dan Madani," ungkap Windu.

Ia menegaskan, pembangunan pabrik pemotongan dan pengemasan tisu PT. Sinergi Berkah Berkarya (PT. SBB) didugatidak sesuai dengan tata ruang Kabupaten Bogor.

"Kami duga tidak sesuai dengan Tata Ruang Kabupaten Bogor (Perda Kab Bogor No 1 Tahun 2024 tentang RTRW). Berdasarkan Perda tersebut, Kawasan Griya Cendekia, Cluster Madani, dan lokasi pembangunan pabrik tisu merupakan kawasan permukiman," tegas Windu.

Berdasarkan informasi yang diperoleh, lanjut Windu, pembangunan pabrik itu termasuk kategori industri skala menengah yang mempekerjakan pegawai lebih dari 20 orang. Hal itu sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 64 Tahun 2016.

"Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2015, industri menengah wajib berlokasi di Kawasan Peruntukan Industri sesuai dengan RT/RW nasional, RT/RW provinsi, atau RT/RW Kabupaten," tutur Windu.

Meski diduga melanggara aturan, Windu menyayangkan pembangunan pabrik itu tetap mendapat izin dari Pemerintah Kabupaten Bogor. Karena itu, ia mempertanyakan apakah penerbitan izin itu sudah sesuai dengan Undang-Undang.

Ia pun menyayangkan, aktivitas pembangunan pabrik itu merusak rumah warga secara fisik. Ia pun merasa miris,
aspirasi penolakan warga terhadap pabrik tisu yang sudah jauh hari disampaikan sebelum dimulainya pembangunan pabrik tidak ditanggapi serius oleh Ketua RW 06, Pemerintah Desa Curug, Pemerintah Kecamatan Gunung Sindur, dan Pemerintah Kabupaten Bogor melalui dinas-dinas terkaitnya.

"Melihat banyaknya pertanyaan yang tak terjawab dan aturan yang diduga ditabrak oleh pabrik tisu ini maka kami sebagai warga yang tergabung dalam Forum Diskusi Warga Cendekia dan Madani berharap Pemerintah Pusat, khususnya Ombudsman, dan Pemerintah Kabupaten Bogor bisa melindungi hak asasi kami untuk hidup damai sebagai warga untuk tinggal di Kawasan permukiman yang tidak bercampur dengan industri," pungkasnya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI