PK Bisa Jadi Kesempatan Buat Antam Bebas dari Manipulasi Budi Said
SinPo.id - Ahli hukum pidana Universitas Bina Nusantara (Binus), Dr. Ahmad Sofian menyoroti upaya Peninjauan Kembali yang diajukan PT Aneka Tambang (ANTAM) Tbk, atas pengusaha Budi Said dalam perkara korupsi jual beli emas.
Diketahui, Dalam perkara ini Budi Said meminta Antam membayar kekurangan emas sebanyak 1,1 ton atau lebih dari Rp1 triliun.
Pakar hukum pidana bisnis Universitas Bina Nusantara Ahmad Sofian mengatakan saat ini hanya berharap pada Mahkamah Agung mengenai putusan yang akan diketok berkaitan dengan PK kedua tersebut.
Sofian meyakini upaya PK kali ini, memang berdasarkan adanya bukti baru (novum) yang pada proses PK sebelumnya gagal jadi pertimbangan hakim MA.
"Ya biasanya PK itu ada novum meakipun dasar lain bisa dipertimbangkan secara limitatif yaitu kesalahan dalam penerapan hukum. Namun dalam punya putusan,novum menjadi dasar yang kuat, kalau ga ada novum orang nunggu PK bertahun-tahun, karena dia belum punya novum jadi begitu dia sudah punya novum barulah ia melakukan PK," kata Sofian.
Novum ini dikuatkan selaras dengan fakta-fakta persidangan kasus korupsi jual beli emas di PN Tipikor yang menjerat Budi Said Cs sebagai tersangka.
Terlebih dalam persidangan terungkap bila potongan harga atau diskon dalam pembelian emas ANTAM sengaja diatur sedemikian rupa, sehingga Budi Said bisa dikqtegorikan "merampok" emas ANTAM di bawah harga standarnya.
"Kalau benar itu diskonnya manipulatif berarti para pejabat ANTAM terlibat dalam tindak pidana korupsi, karena ANTAM itu kan BUMN. Berarti ada kerugian keuangan negara karena menyalahgunakan kewenangan. Jadi memang ada pasal 3 dan bersama-sama dengan Budi Said melakukan penyalahgunaan kewenangan," kata dia.
Bila melihat kondisi kekinian, dimana perbuatan Budi Said dalam memanipulasi harga emas ANTAM perlahan terbongkar di persidangan, dan fenomena adanya mafia peradilan MA yang diproses Kejagung, tak bisa dipungkiri jika hal ini bakal jadi novum untuk modal PK ke-2 bagi ANTAM melawan Budi Said.
"Biasanya Mahkamah Agung itu kalau penerapan hukum itu jarang dikabulkan, tapi kalau ada novum, dengan adanya novum itu maka harusnya perkara itu bebas, tapi karena novum itu belum diajukan karena blum ada (saat upaya hukum sebelumnya) maka perkara itu belum diputus (sesuai keadilan)," tegas dia.