Meski Belum 100 Persen, TNI Dinilai Berhasil Implementasikan MEF
SinPo.id - Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai, dalam beberapa tahun terakhir, Tentara Nasional Indonesia (TNI) sudah berhasil mengimplementasi Minimum Essential Force (MEF) atau Kekuatan Pokok Minimum, kendati belum mencapai target 100 persen. Penyebabnya karena keterbatasan anggaran pertahanan.
Hal itu disampaikan Fahmi dalam rangka menyambut peringatan HUT ke-79 TNI pada Sabtu, 5 Oktober 2024 mendatang.
"Program (MEF) ini bertujuan untuk menjadikan TNI memiliki kekuatan yang cukup untuk menangani ancaman nyata, meskipun belum sepenuhnya ideal," kata Fahmi saat dikonfirmasi SinPo.id, Senin, 30 September 2024.
Diketahui, MEF merupakan kekuatan pokok minimum yang harus dimiliki TNI untuk mempertahankan kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa Indonesia.
MEF sendiri merupakan konsep yang telah diterapkan oleh banyak negara, termasuk Indonesia. MEF dirumuskan berdasarkan analisis terhadap ancaman yang dihadapi suatu negara, bisa berupa ancaman militer, non militer, maupun kombinasi dari keduanya.
Adapun sasaran utama program MEF ialah membangun komponen utama TNI hingga mencapai kekuatan pokok minimum sebagai postur pertahanan yang ideal dan disegani di level regional maupun internasional.
Pencapaian MEF dapat dinilai menggunakan empat variabel, yaitu alat utama sistem persenjataan (alutsista), pemeliharaan dan perawatan alutsista, sarana dan prasarana pertahanan, serta profesionalisme dan kesejahteraan prajurit.
Fahmi menjelaskan, meskipun Indonesia telah melakukan peningkatan belanja militer, porsi anggaran untuk modernisasi alutsista masih belum ideal. Dan, program MEF yang seharusnya selesai pada 2024, belum sepenuhnya tercapai lantaran keterbatasan anggaran.
Akan tetapi, Fahmi menilai, sudah banyak capaian modernisasi alutsista, peningkatan dan kekuatan dari ketiga matra TNI. Untuk TNI Angkatan Darat (AD), terlihat, terus memperkuat alutsista. Karena, TNI AD memiliki peran vital dalam pertahanan darat.
Alutsista tersebut seperti, pengadaan tank tempur utama Leopard 2 serta Multiple Launch Rocket System (MLRS) Astros II untuk artileri, dan kendaraan tempur modern Anoa, Badak dan Maung. Juga terus memperkuat kemampuan tempur darat TNI AD.
TNI AD juga terus mengembangkan kapabilitas pasukan khusus seperti Kopassus, yang memainkan peran kunci dalam operasi-operasi militer strategis.
Kemudian, TNI Angkatan Udara (AU) juga mengalami capaian peningkatan signifikan. Fahmi memaparkan soal pengadaan pesawat tempur seperti Rafale dan rencana akuisisi F-15EX. Hal ini menunjukkan komitmen untuk memperkuat sistem pertahanan udara nasional.
"TNI AU juga terus memperbarui armada pesawat angkutnya, termasuk C-130J Hercules, untuk mendukung operasi militer dan kemanusiaan di seluruh wilayah Nusantara," kata Fahmi.
Berikutnya TNI Angkatan Laut (AL). Menurut Fahmi, AL telah melakukan beberapa langkah modernisasi penting, dalam menjaga kedaulatan laut Indonesia.
Di antaranya, penambahan kapal-kapal perang, seperti KRI Bung Tomo dan KRI Nagapasa (kapal selam kelas Chang Bogo). Termasuk juga rencana pengembangan kapal fregat kelas Martadinata.
"TNI AL juga terus meningkatkan kemampuan patroli maritimnya di wilayah-wilayah yang strategis, termasuk Laut Natuna Utara, yang rentan terhadap potensi ancaman dari negara-negara lain di kawasan," tuturnya.
Lebih lanjut, Fahmi juga menyoroti tantangan internal TNI, termasuk penyebab belum tercapainya target MEF 100 persen.
Pertama, tantangan keterbatasan anggaran, efisiensi dalam pengelolaan, untuk memodernisasi alutsista.
"Keterlambatan dalam pengadaan alutsista penting seperti pesawat tempur atau kapal selam terjadi karena alokasi anggaran yang tidak mencukupi," ucapnya.
Efisiensi pengelolaan anggaran, bagi Fahmi, juga menjadi tantangan. TNI harus memastikan belanja militer digunakan secara efektif dan tepat sasaran, terutama di tengah kebutuhan pertahanan yang mendesak.
Kedua, tantangan menciptakan interoperabilitas yang lebih baik antar matra, yakni AD, AL dan AU, agar tidak timbul kesenjangan. Menurutnya, saat ini masih ada kesenjangan dalam hal koordinasi, komunikasi antar-matra, terutama dalam menjalankan operasi gabungan.
Dimana, Sistem Komando, Kendali, Komunikasi, Komputer, Intelijen, Pengawasan, dan Pengintaian (C4ISR) yang terintegrasi, belum sepenuhnya berkembang.
"TNI harus meningkatkan sinergi di tingkat taktis dan strategis untuk memastikan efektivitas dalam menghadapi ancaman multi-domain, termasuk operasi lintas udara, laut, dan darat," kata Fahmi.
Ketiga, tantangan TNI yang masih ketergantungan pada alutsista impor, kendati terus berupaya memperkuat industri pertahanan dalam negeri. Hal ini dinilai menjadi masalah strategis karena dalam situasi krisis, ketergantungan pada negara lain dapat melemahkan kemampuan pertahanan nasional.
"Pengembangan industri pertahanan domestik perlu lebih diakselerasi, dengan fokus pada inovasi teknologi yang relevan dan kompatibel dengan kebutuhan TNI," katanya.
Keempat, pengembangan kapasitas siber yang belum maksimal. Padahal, di era digital, kemampuan siber juga harus diperhatikan.
"Perlu juga peningkatan dalam kolaborasi antara sektor militer dan sipil, terutama dalam menghadapi ancaman siber yang terus berkembang," ungkapnya.
Keempat, peningkatan kemampuan TNI dalam perang informasi dan operasi kognitif. Hal ini penting, sebab medan perang baru semakin mengemuka.
Untuk itu, TNI harus terus memperkuat kapasitasnya mengendalikan narasi yang beredar di masyarakat dan mencegah musuh menggunakan media sosial sebagai alat untuk menciptakan ketidakstabilan.
"Pendidikan dan pelatihan komunikasi strategis untuk prajurit sangat penting, agar mereka mampu merespons dan mengendalikan ancaman di ranah ini," kata Fahmi.
Tantangan terakhir, Fahmi menyarankan TNI memperbaiki mekanisme kepatuhan pada hukum. TNI harus memastikan setiap prajurit beroperasi sesuai dengan standar etika militer yang berlaku.
"Dengan meningkatkan integritas, profesionalisme, dan penegakan disiplin, TNI akan mampu menjaga kepercayaan publik dan reputasi yang kuat sebagai institusi pertahanan yang berwibawa," tukasnya.