MK Tegaskan Jaksa Tak Bisa Ajukan Peninjauan Kembali
SinPo.id - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pengujian materi Pasal 30C Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia; Pasal 263 ayat (3) dan Pasal 266 ayat (2) UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP); serta Pasal 248 ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
"Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya," kata Ketua MK, Suhartoyo, dalam sidang pengucapan Putusan Nomor 63/PUU-XXII/2024 yang dihadiri seluruh hakim konstitusi, Kamis, 26 September 2024.
Permohonan perkara ini diajukan Jaksa Jovi Andrea Bachtiar dan Hartati. Pemohon mempersoalkan kewenangan jaksa untuk melakukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) dalam Pasal 30C huruf h UU 11/2021 yang telah dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat melalui Putusan MK Nomor 20/PUU-XXI/2023.
Dalam pertimbangan hukum, Hakim Enny Nurbaningsih menjelaskan, penambahan objek permohonan Pasal 54 UU MK dalam perbaikan permohonan tidak memiliki keterkaitan dengan substansi norma yang dimohonkan. Alasannya, norma a quo berkaitan dengan kewenangan Mahkamah untuk meminta keterangan pihak-pihak yang dianggap memiliki urgensi dan relevansi dalam perkara pengujian undang-undang.
Karena itu, lanjut dia, penambahan objek permohonan Pasal 54 UU MK haruslah dikesampingkan. Pasalnya, hal tersebut berkaitan dengan ketidakterpenuhan syarat formal dalam pengajuan permohonan di MK.
"Sehingga Mahkamah tidak akan mempertimbangkan lebih lanjut terhadap pengujian norma a quo," kata Enny.
Selain itu, melalui Putusan MK Nomor 20/PUU-XXI/2023, penambahan kewenangan tersebut bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Dalam putusan itu, MK menjelaskan dengan disisipkannya Pasal 30C huruf h UU 11/2021 telah menambah kewenangan kejaksaan, yaitu kewenangan untuk mengajukan PK tanpa disertai dengan penjelasan yang jelas tentang substansi dari pemberian kewenangan tersebut.
MK menilai penambahan kewenangan tersebut bukan hanya akan menimbulkan ketidakpastian hukum, tapi juga akan berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kewenangan oleh jaksa, khususnya dalam hal pengajuan PK terhadap perkara yang notabene telah dinyatakan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum.
Saat ini, MK belum menemukan alasan konstitusional yang kuat dan mendasar untuk mengubah pendirian sebelumnya, sehingga berkenaan dengan upaya hukum PK oleh jaksa harus mengikuti putusan Mahkamah dimaksud.
Dengan demikian, dalil para Pemohon berkenaan dengan pengujian Pasal 30C huruf h UU 11/2021 adalah tidak beralasan menurut hukum.