Ahli Hukum Yakin Kusumayati Dituntut Hukuman Tinggi

Laporan: Juven Martua Sitompul
Sabtu, 21 September 2024 | 16:02 WIB
Sidang dugaan pemalsuan tanda tangan di PN Karawang. Istimewa
Sidang dugaan pemalsuan tanda tangan di PN Karawang. Istimewa

SinPo.id - Kasus dugaan ibu palsukan tanda tangan anak memasuki babak akhir. Terdakwa Kusumayati akan menghadapi tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Ahli hukum pidana Eigen Justisi menilai jika keterangan dan bukti selama persidangan berlangsung hampir tiga bulan itu, terdakwa sudah jelas dan meyakinkan melakukan tindakan pidana dengan memalsukan tanda tangan.

"Iya dalam persidangan itu, alat buktinya berdasarkan pasal 184 KUHAP terpenuhi gak, kalau dilihat semua kan terpenuhi, baik bukti surat, keterangan saksi, dan ahli, tinggi itu tuntutannya," kata Eigen kepada wartawan, Jakarta, Sabtu, 21 September 2024.

Eigen menjelaskan Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP) sendiri, mengatur tentang alat bukti yang sah dalam hukum acara pidana. Di antaranya, alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, alat bukti yang sah adalah keterangan ahli, alat bukti yang sah adalah surat, alat bukti yang sah adalah petunjuk, dan alat bukti yang sah adalah keterangan terdakwa.

Sidang gugatan Stephanie terhadap ibunya Kusumayati yang telah memalsukan tanda tangan dalam surat keterangan waris kini memasuki tahap tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum yang rencananya akan digelar pada Rabu, 25 September 2024.

"Sebelum memasuki tuntutan ini, kan ada ekspos oleh JPU, ini semua (jaksa dan hakim) sudah tahu, bagaimana proses persidangan berjalan sejak awal, jadi gak mungkin tuntutan dan putusan tidak berkesesuaian dengan hasil sidang. Artinya terdakwa memang pasti dituntut dan diputus tinggi," kata dia.

Stephanie mengugat ibunya dengan Pasal 263 KUHP dengan ancaman hukuman di atas lima tahun penjara. Dia tak terima tanda tangannya dipalsukan dalam surat keterangan waris sehingga menimbulkan kerugian atas dirinya.

"Apalagi kalau melihat kasus ini, ini kan pasal 263 dimana terdakwa dilaporkan atas tindak pidana berat, rasanya tidak mungkin jaksa menuntut ringan, dan hakim memutus ringan," ucap Eigen.

Dia meyakini tuntutan dan putusan tinggi karena selama persidangan berlangsung, terdakwa juga tidak kooperatif dan tak mengindahkan ucapan hakim selama dirinya tidak ditahan selama proses persidangan.

"Apalagi terdakwa ini tidak ditahan, padahal seharusnya dalam kategori pasal yang disangkakan terdakwa ini ditahan karena klasifikasinya tindak pidana berat. Selain itu terdakwa selama persidangan juga kurang kooperatif dan tidak mengindahkan imbauan hakim selama persidangan, ini harusnya memperberat hukuman," ucapnya.

Sebelumnya, JPU Kejati Jawa Barat (Jabar) Sukanda menuturkan sidang agenda pemeriksaan terdakwa sudah dilakukan, namun semua pertanyaan dari draft BAP ditolak dan disangkal oleh terdakwa.

"Iya tadi kan katanya tidak sesuai, jadi terdakwa itu menyangkal semua hasil pemeriksaan BAP dia. Padahal kan itu ya dia yang di BAP oleh penyidik Polda," kata Sukanda saat diwawancara usai sidang di Pengadilan Negeri Karawang, Rabu, 4 September 2024.

Kendati demikian, Sukanda menegaskan apa yang disangkal oleh terdakwa Kusumayati tidak tidak sedikitpun memengaruhi keyakinan JPU untuk membuat tuntutan yang sesuai dengan perkara.

"Iya kalau kita sih yakin, apa yang dikatakan terdakwa itu kan gak logis walapun diungkapkan tidak di bawah sumpah yah. Tapi ya itu kan hasil BAP-nya dia sendiri," tegasnya.

Dalam kasus ini, Kuasa hukum Kusumayati, Ika Rahmawati, menyebut kliennya tidak menghilangkan hak Stephanie sebagai anak dan salah satu hak waris dari suaminya, almarhum Sugiono.

"Iya untuk mengurus surat keterangan waris dan akta pemegang saham ini kan perlu juga Stephanie, tapi karena saat itu hubungan klien kami dan pelapor memburuk sejak lama, sehingga sulit berkomunikasi. Padahal klien kami melakukan hal itu tanpa sedikitpun mengurangi hak pelapor sebagai salah satu hak waris dan sebagai anak," kata Ika beberapa waktu lalu.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI