Jokowi Heran Urus Izin Pembangkit Listrik Bisa 5-6 Tahun

Laporan: Tio Pirnando
Rabu, 18 September 2024 | 13:12 WIB
Presiden Joko Widodo. (SinPo.id/Setpres)
Presiden Joko Widodo. (SinPo.id/Setpres)

SinPo.id - Presiden Joko Widodo mengaku heran dengan lamanya pengurusan izin pendirian Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) yang memakan waktu 5-6 tahun. Hal itulah yang menghambat proyek pengembangan panas bumi jadi energi primer di Indonesia.

"Kalau saya ndak kuat saya. Meski banyak yang menyampaikan saya sabar, untuk nunggu 6 tahun nggak kuat," kata Jokowi dalam agenda Indonesia International Geothermal Convention and Exhibition (IIGCE) ke-10 di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 18 September 2024.

Jokowi mengatakan, sudah mengunjungi setidaknya 4 lokasi PLTP di Indonesia. Namun, potensi yang besar itu, tidak berjalan dengan cepat lantaran persoalan perizinan, mulai dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dan lain-lain. Belum lagi urusan eksplorasi yang memakan waktu. 

Indonesia, lanjut Jokowi, memiliki potensi 24 ribu MW energi panas bumi, namun baru dimanfaatkan sebesar 11 persen. Jika perizinan ini memakan waktu lama, bukan tidak mungkin para investor yang akan meninggalkan proyek tersebut. 

"Kalau nunggu, bayangkan untuk mulai konstruksi saja lima sampai enam tahun. Tuh kalau orang nggak sabar, kalau investornya nggak sabar, nggak mungkin mau kerjakan, nunggu sampai enam tahun," kata dia.

Jokowi mengingatkan, sebagai negara dengan potensi panas bumi sebesar 40 persen dari total potensi dunia, Indonesia memiliki banyak peluang untuk dikermbangkan. Saat ini baru 11 persen yang dimanfaatkan dari potensi yang ada.

Selain itu, Indonesia berkomitmen menjadi bagian penting dari langkah dunia dalam membangun ekonomi hijau dalam mengembangkan industri hijau dan transisi ke ekonomi hijau.

Jokowi juga menyadari tantangan yang dihadapi dalam mengembangkan potensi ini adalah terkait keterjangkauan harga. 

"Selalu problemnya di situ. Kemudian keadilan akses bagi masyarakat. Kemudian pemanfaatan teknologi yang tidak terbuka sehingga tidak optimal," pungkas dia.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI