IMPOR MIGAS

Bahlil Sebut Rp 450 Triliun Devisa Dihabiskan per Tahun untuk Impor Migas

Laporan: Tio Pirnando
Rabu, 11 September 2024 | 18:44 WIB
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia (SinPo.id/ Setpres)
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia (SinPo.id/ Setpres)

SinPo.id -  Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia mengungkapkan, sebesar Rp450 triliun dikeluarkan setiap tahunnya untuk impor minyak dan gas, terutama untuk kebutuhan liquefied petroleum gas (LPG). Karenanya, pemerintah akan mendorong industri LPG dalam negeri untuk mengurangi impor tersebut.

"Hari ini devisa kita setiap tahun keluar kurang lebih Rp 450 triliun hanya untuk membeli minyak dan gas, untuk khusus LPG," kata Bahlil di Jakarta, Rabu, 11 September 2024.

Menurut Bahlil, jika impor terlalu besar, maka akan mengganggu neraca perdagangan, pembayaran, hingga devisa negara. Untuk mengatasi ketergantungan impor ini, pemerintah juga sedang membangun pipa gas dari Aceh hingga Jawa.

Pipa menjadi penghubung untuk memenuhi kebutuhan gas antara wilayah. Apabila di Jawa kelebihan pasokan gas, maka bisa dikirim ke Aceh atau Sumatera, hal itu pun berlaku sebaliknya.

Lebih lanjut, Bahlil menerangkan, ini semua merupakan misi besar dari Presiden Jokowi dan Presiden Terpilih Prabowo Subianto, agar ke depan ada kemandirian dalam energi. Caranya, adalah bagaimana meningkatkan lifting minyak.

Bahlil juga menyinggung soal Indonesia yang pernah menjadi negara pengekspor minyak. Dimana, 50 persen pendapatan negara diperoleh dari sektor tersebut. Namun, kini Indonesia malah menjadi negara pengimpor energi.
 
"Indonesia jadi negara yang dulunya OPEC, pada tahun 97, 96 sekitar 40-50 persen pendapatan negara kita didapatkan dari hasil ekspor minyak, dengan waktu itu (produksi) 1,6 juta barel per day, dengan konsumsi 700 barel per day," kata Bahlil.

Namun, saat ini lifting minyak di Indonesia berada di kisaran 600 ribu barel per hari dan konsumsi 1,6 juta.
"Kita impor 900 sampai 1 juta. Ini tantangan besar menurut saya yang Indonesia harus lakukan ke depan,” kata Bahlil.

Menurut Bahlil, terdapat 3 pendekatan untuk dapat mendorong lifting minyak. Pertama, eksplorasi terhadap potensi sumur minyak baru. Kedua adalah melakukan optimalisasi terhadap sumur-sumur minyak yang ada. Karena 65 persen dari total lifting itu dikuasai Pertamina dan 20 persen oleh Exxon.

"Harus adanya intervensi teknologi untuk memacu lifting, yakni satunya dengan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) atau pengurasan minyak tahap lanjut," kata dia. Ketiga, mengoptimalkan potensi sumur-sumur idle atau nganggur yang masih produktif.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI